Jumat, 19 April 2019

Critical book report (cbr) pendidikn pancasila

CRITICAL BOOK REPORT
PENDIDIKAN PANCASILA

DOSEN PENGAMPUH 
Putri Sari Margaret Julianty Silaban S.E.,M.Si



DISUSUN OLEH :
1. ALVON JOHANES HASIHOLAN NADEAK
2. ILMAN NAZARI
3. RAHMAT ALFATH LUBIS
4. RICKY HIDAYAT
5. RIKARDO FEBI PERDIANSYAH SIREGAR

FAKULTAS TEKNIK 
PENDIDIKAN TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2018

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan Rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Critical Book Report (CBR) yang berjudul “Pendidikan Kewarganegaraan: Mewujudkan Masyarakat Madani” dengan lancar. CBR ini penulis susun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
Dalam pembuatan CBR ini, penulis berterima kasih kepada Seluruh pihak yang sudah memberikan bimbingannya untuk tugas CBR ini sehingga dapat selesai dengan baik dan berjalan dengan lancar. Adapun CBR ini penulis buat berdasarkan informasi yang ada.
Penulis juga menyadari bahwa tugas CBR ini masih banyak kekurangan oleh karena itu penulis minta maaf jika ada kesalahan dalam penulisan dan penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan tugas CBR ini.
Akhir kata penulis ucapkan terima kasih semoga dapat bermanfaat dan bisa menambah pengetahuan bagi pembaca.

Medan,7 November 2018

Penulis











DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
1.1  LATAR BELAKANG 1
1.2 TUJUAN PENULISAN CBR 1
1.3 MANFAAT PENULISAN CBR 1
BAB II 2
PEMBAHASAN 2
2.1 IDENTITAS BUKU 2
2.2  RINGKASAN BUKU YANG DIKRITISI 3
BAB III 13
PEMBAHASAN 13
3.1 KELEBIHAN BUKU 13
3.2 KEKURANGAN BUKU 13
BAB IV 14
PENUTUP 14
4.1 KESIMPULAN 14
4.2 SARAN 14
DAFTAR PUSTAKA 15


  • BAB I
  • PENDAHULUAN


1.1  LATAR BELAKANG
Dalam makalah ini akan kita review sebuah Buku Pendidikan Kewarganegaraan yang berjudul  Mewujudkan Masyarakat Madani ini merupakan buku hasil revisi yang kedua tahun 2010 dari buku pendidikan kewarganegaran yang terdahulu yaitu cetakan pertama Tahun 2008. Buku ini disusun untuk membantu para peminat pendiidkan, teoritis, dan praktisi di bidang pengajaran baik bagi pada mahasiswa (calon guru) maupun bagi guru atau dosen untuk meningkatkan kelenturan dalam mengelola pembelajaran, serta juga untuk para relawan yang menghendaki untuk mengabdi dalam dunia pendidikan dan kepengajaran agar lebih professional.
Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan buku tersebut dapat di lihat dalam ulasan makalah CBR ini.

1.2 TUJUAN PENULISAN CBR

1. Menambah wawasan pembaca mengenai PKN
2. Meningkatkan motivasi pembaca dalam melahirkan jiwa masyarakat yang madani melalui tugas ini
3. Menguatkan pemahaman pembaca mengenai betapa pentingnya mempelajari Pendidikan  Kewarganegaraan dalam kaitannya Mewujudkan Masyarakat Madani

1.3 MANFAAT PENULISAN CBR

1. Agar pembaca tanggap terhadap hal-hal penting yang ada didalam bab ini
2. Menjadi salah satu referensi buku untuk para mahasiswa yang dipersiapan untu menjadi   guru.
3. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
4. Melatih Kemampuan penulis dalam mengkritisi suatu buku.
BAB II
 PEMBAHASAN

2.1 IDENTITAS BUKU 1

1.Judul             : Pendidikan Kewarganegaraan: Mewujudkan Masyarakat Madani
2.Penulis          : Sarbaini Saleh, S. Sos., M.Si
3.ISBN             : ISBN 978-602-8208-26-0
4.Penerbit         : Citapustaka Media Perintis
5.Tahun terbit  : Juni 2010
6.Urutan cetak : Cetakan kedua
7.Tebal buku    : 202 halaman
8. Cover :


Buku Pendidikan Kewarganegaraan: Mewujudkan Masyarakat Madani ini merupakan buku hasil revisi yang kedua tahun 2010 dari buku pendidikan kewarganegaran yang terdahulu yaitu cetakan pertama Tahun 2008. Buku Pendidikan Kewarganegaraan: Mewujudkan Masyarakat Madani ini disusun untuk membantu para peminat pendiidkan, teoritis, dan praktisi di bidang pengajaran baik bagi pada mahasiswa (calon guru) maupun bagi guru atau dosen untuk meningkatkan kelenturan dalam mengelola pembelajaran, serta juga untuk para relawan yang menghendaki untuk mengabdi dalam dunia pendidikan dan kepengajaran agar lebih professional.

2.2  RINGKASAN BUKU YANG DIKRITISI

BAB I : DASAR DAN IDEOLOGI NASIONAL

A.      Pancasila sebagai Filsafat dan Dasar Negara
Pancasila yang terdiri dari lima sila sudah tertuang dalam pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat dan diperuntukkan sebagai dasar negara RI.
1.        Nilai Yang Terkandung Dalam Pancasila
Mengacu kepada pemikiran filsafati, keberadaan pancasila sebagai filsafat pada hakikatnya merupakan suatu nilai (Kaelan, 2000). Rumusan pancasila sebagaimana yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV adalah sebagai berikut :
1. Ketuhanan yang maha esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia

2.        Perwujudan Nilai Pancasila sebagai Norma Bernegara
Dalam hal ini norma yang dikenal dalam kehidupan sehari-hari ada empat macam, yang mencakup :
a.         Norma Agama
b.        Norma Moral (etik)
c.         Norma Kesopanan
d.        Norma Hukum

BAB II : HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA
A.      Pengertian Warga Negara dan Kewarganegaraan
1.        Warga Negara
 Warga diartikan sebagai anggota atau peserta.
2.        Kewarganegaraan
Kewarganegaraan (citizenship) artinya keanggotaan yang menunjukkan hubungan ikatan antara negara dengan warga negara.

B.       Kedudukan Warga Negara dalam Negara
1.        Penentu Warga Negara
a.         Asas Ius Soli
b.        Asas Ius Sanguinis

C.      Hak dan Kewajiban Warga Negara Indonesia
1.        Wujud Hubungan Warga Negara dengan Negara
Di Indonesia, hubungan antara warga negra dengan negara telah diatur dalam UUD 1945.
BAB III : KONSEP DASAR DEMOKRASI
A.      Hakikat Demokrasi
1.        Pengertian Etimologis Demokrasi
Ditinjau dari sudut bahasa (etimologis), demokrasi berasal dari Bahasa Yunani yaitu demos yang berarti rakyat dan cratos atau cratein yang berarti pemerintahan atau kekuasaan.
2.        Pengertian Terminologis Demokrasi
Menurut Harris Soche Demokrasi adalah bentuk pemerintahan rakyat, karena itu kekuasaan pemerintah itu melekat pada diri rakyat, diri orang banyak dan merupakan hak bagi rakyat atau orang banyak untuk mengatur, mempertahankan, dan melindungi dirinya dari paksaan dan pemerkosaan orang lain atau badan yang diserahi untuk memerintah.
3.        Demokrasi sebagai Bentuk Pemerintahan
 Demokrasi adalah salah satu bentuk pemerintahan. Tetapi sekarang ini demokrasi dipahami lebih luas lagi sebagai sistem pemerintahan atau politik.

B.       Demokratisasi
Di samping kata demokrasi, dikenal juga istilah demokratisasi. Demokratisasi adalah penerapan kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip demokrasi pada ssetiap kegiatan politik kenegaraan.

C.      Demokrasi di Indonesia
1.        Demokrasi Desa
2.        Demokrasi Pancasila
BAB IV : HAKIKAT NEGARA HUKUM
A.      Pengertian dan Tujuan Negara
Sedangkan secara terminologi, Negara diartikan sebagai organisasi tertinggi di antara satu kelompok masyarakat yang mempunyai cita-citauntuk bersatu, hidup di dalam suatu kawasan dan mempunyai pemerintahan yang berdaulat. Pengertian ini mengandung nilai konstitutif dari sebuah Negara yang paling galibnya dimiliki oleh suatu Negara berdaulat: masyarakat (rakyat), wilayah, dan pemerintahan yang berdaulat.
B.       Unsur-unsur Negara
Untuk lebih jelas memahami unsur-unsur pokok dalam Negara ini, akan dijelaskan masing-masing unsur tersebut:
a.         Rakyat
b.        Wilayah
c.         Pemerintah yang berdaulat

C.      Konsep Negara Hukum
1.        Konstitusi dan Konstitusionalisme
Negara adalah sesuatu organisasi kekuasaan yang terdiri atas unsur rakyat (penduduk), wilayah dan pemerintah.
D.      Ciri-ciri Negara Hukum
Istilah Rechtsstaat diberikan oleh para ahli hukum Eropa Continental sedang istilah Rule of law diberikan oleh para ahli hukum continental memberikan ciri-ciri Rechtsstaat sebagai berikut:
a.         Hak asasi manusia
b.        Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak asasi manusia yang biasa dikenal sebagai Trias Politika.
c.         Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan.
d.        Peralihan administrasi dalam perselisihan.
Negara yang paling baik adalah Negara hukum, sebab di dalam konstitusi di banyak Negara terkandung tiga inti pokok, yaitu:
a.         Perlindungan HAM
b.        Ditetapkannya ketatanegaraan suatu Negara, dan
c.         Membatasi kekuasaan dan wewenang organ-organ Negara.

BAB V : HAK ASASI MANUSIA

A.      Pendahuluan
B.       Islam dan HAM
Menurut pasal 3-21 DUHAM, hak personal, hak legal, hak sipil dan politik meliputi:
1.        Hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan pribadi,
2.        Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan,
3.        Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak berprikemanusiaan  ataupun merendahkan derajat kemanusiaan,
4.        Hak untuk memperoleh pengakuaan hukum dimana saja secara pribadi,
5.        Hak untuk pengmpunan hukum secara efektif,
6.        Hak bebas dari penangkapan, penahanan, atau  pembuangan yang sewenang-wenang,
7.        Hak peradilan yang independen dan tidak memihak.
Adapun hak ekonomi, sosial dan budaya meliputi :
1.        Hak atas jaminan sosial,
2.        Hak untuk bekerja,
3.        Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama,
4.        Hak untuk bergabung kedalam serikat-serikat  buruh.

C.      Islam dan Perdamaian
secara konsepsional ada beberapa tingkatan perdamaian, yaitu:
1.        Perdamaian di dalam kesadaran hati nurani manusia. Ini merupakan sendi yang paling dasar dalam kerangka susunan perdamaian umat manusia.
2.        Perdamaian dalam keluarga, yang merupakan hubungan yang pertama dan paling sederhana bagi manusia.
3.        Perdamaian dalam masyarakat baik dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam hubungan tetap antar warga negara.
4.        Perdamaian seluruh dunia yang menjamin keselamatan, manusia seluruhnya.
Untuk menegakkan perdamaian secara seutuhnya, maka diperlukan dukungan sikap adil dalam perilaku bermasyarakat.

BAB VI : KETAHANAN NASIONAL

A.      Pengertian Ketahanan Nasional
tiga perspektif dapat dijelaskan sebagai berikut,
1.        Ketahanan nasional sebagai kondisi. Perspektif ini melihat ketahanan nasional sebagai suatu penggambaran atas keadaan yang seharusnya dipenuhi.
2.        Ketahanan nasional sebagai sebuah pendekatan, metode atau cara dalam menjalankan suatu kegiatan khususnya pembangunan negara.
3.        Ketahanan nasional sebagai doktrin. Ketahanan nasional merupakan salah satu konsepsi khas Indonesia yang berupa ajaran konseptual tentang pengaturan dan penyelenggaraan kehidupan bernegara.
B.       Perkembangan Konsep Ketahanan Nasional di Indonesia
1.        Sejarah Lahirnya Ketahanan Nasional
Gagasan tentang ketahanan nasional bermula pada awal tahun 1960-an khususnya pada kalangan militer angkatan darat di SSKAD yang sekarang bernama SESKOAD (Sunardi, 1997).
BAB VII : MASYARAKAT MADANI

A.      Sejarah Masyarakat Madani
Sementara Karl Marx memahami masyarakat madani sebagai “masyarakat borjuis” dalam konteks hubungan produksi kapitalis, keberadaannya merupkan kendala bagi pembebasan manusia dari penindasan.


B.       Pengertian Mayarakat Madani
Dikemukakannya bahwa yang dimaksud dengan masyarakat madani adalah suatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara mandiri menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan dalam masyarakat yang secara relatif otonom dari negara yang merupakan satuan-satuan dasar dari (re) produksi dan masayarakat politik yang guna menyatakan kepedulian mereka memajukan kepentingan-kepentingan mereka menurut prinsip-prinsip pluralisme dan pengelolaan yang mandiri.

C.      Karakteristik Masyarakat Madani
Ada beberapa karakteristik masyarakat madani, anatar lain:
1.        Free Public Sphere
2.        Demokratis
3.        Toleran
4.        Pluralisme
5.        Keadilan Sosial (Social Justice)

D.      Pengembangan Masyarakat Madani
Adapun yang dimaksudkan dengan pengembangan masyarakat madani adalah suapaya mewujudkan cita-cita dan karakteristik masyarakat yang diinginkan benar-benar terwujud.











2.1 IDENTITAS BUKU 2

1.Judul             : Pendidikan pancasila untuk perguruan tinggi
2.Penulis          : intan Ahmat dan paristiyanti Nurwardani
3.ISBN             : ISBN 978-602-6470-01-0
4.Penerbit         : Direktorat Jendral Pembelajaran dan Kemahasiswaan
5.Tahun terbit  : Juni 2016
6.Urutan cetak : Cetakan ke 1
7.Tebal buku    : 242  halaman
8. Cover














2.2  RINGKASAN BUKU YANG DIKRITISI

BAB 1 PENGANTAR PENDIDIKAN PANCASILA

     Pada bagian pengantar ini, Anda  akan diajak untuk memahami konsep, hakikat, dan perjalanan pendidikan Pancasila  di Indonesia. Hal tersebut penting untuk diketahui karena berlakunya pendidikan Pancasila di perguruan tinggi mengalami pasang surut. Selain itu,  kebijakan penyelenggaraan pendidikan Pancasila di perguruan tinggi tidak serta merta diimplementasikan baik di perguruan tinggi negeri maupun di perguruan tinggi swasta. Keadaan tersebut terjadi karena dasar hukum yang mengatur berlakunya pendidikan Pancasila  di perguruan tinggi selalu mengalami perubahan  dan persepsi pengembang kurikulum di masing-masing perguruan tinggi berganti-ganti. Lahirnya ketentuan dalam pasal 35 ayat (5) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 yang menyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah agama, Pancasila,  kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia menunjukkan bahwa negara berkehendak agar  pendidikan Pancasiladilaksanakan dan wajib dimuat dalam kurikulum perguruan tinggi sebagai mata kuliah yang berdiri sendiri. Dengan demikian, mata kuliah Pancasila
dapat lebih fokus dalam membina pemahaman dan penghayatan mahasiswa mengenai ideologi bangsa Indonesia.  Hal tersebut berarti pendidikan

Pancasila diharapkan dapat menjadi ruh dalam membentuk jati diri mahasiswa
guna mengembangkan jiwa profesionalitasnya sesuai dengan bidang studinya
masing-masing. Selain itu, dengan mengacu kepada ketentuan dalam pasal 2
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012, sistem pendidikan tinggi di Indonesia
harus berdasarkan Pancasila. Implikasinya, sistem pendidikan tinggi (baca:
perguruan tinggi) di Indonesia  harus  terus mengembangkan nilai-nilai
Pancasila dalam berbagai segi kebijakannya dan menyelenggarakan mata
kuliah pendidikan Pancasila secara sungguh-sungguh dan bertanggung jawab.
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa dapat menguasai
kompetensi sebagai berikut:
Bersyukur atas karunia kemerdekaan dan Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia; menunjukkan sikap positif terhadap  pentingnya pendidikan
Pancasila; menjelaskan tujuan dan fungsi pendidikan Pancasila  sebagai
komponen mata kuliah wajib umum pada program diploma dan sarjana;
menalar dan  menyusun argumentasi pentingnya pendidikan Pancasila
sebagai komponen mata kuliah wajib umum dalam sistem pendidikan di
Indonesia.

       Menelusuri Konsep dan Urgensi Pendidikan Pancasila Anda tentu sudah mempelajari pendidikan Pancasila.  Materi pendidikan Pancasila apa saja yang sudah Anda pelajari? Anda sudah pernah mengenal pendidikan budi pekerti, Pendidikan Moral Pancasila  (PMP),  pendidikan Pancasila dan kewarganegaran (PPKn), dan lain-lain. Namun, apakah Anda sudah benar-benar memahami nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam mata pelajaran tersebut? Apa kesan Anda setelah memperoleh pelajaranpelajaran yang terkait dengan nilai-nilai Pancasila tersebut? Jawaban yang Anda ajukan mungkin berbeda satu dengan yang  lainnya. Hal tersebut menunjukkan masih terdapat perbedaan dalam pemahaman atas perlu atau tidaknya pendidikan Pancasila di perguruan tinggi.
     Dalam perjalanan sejarah bangsa  Indonesia, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa sudah terwujud dalam kehidupan bermasyarakat sejak sebelum Pancasila sebagai dasar negara dirumuskan dalam satu sistem nilai. Sejak zaman dahulu, wilayah-wilayah di nusantara ini mempunyai beberapa nilai yang dipegang teguh oleh masyarakatnya, sebagai
contoh:
1.  Percaya kepada Tuhan dan toleran,
2.  Gotong royong,
3.  Musyawarah,
4.  Solidaritas atau kesetiakawanan sosial, dan sebagainya.



       Coba Anda perhatikan dengan seksama, pengamalan nilai-nilai yang sesuai dengan butir-butir di atas  yang berkembang di lingkungan masyarakat! Apakah nilai-nilai tersebut masih ditemukan dalam kehidupan masyarakat atau nilai-nilai itu sudah pudar?Manifestasi prinsip gotong royong  dan  solidaritas secara konkret dapat dibuktikan dalam bentuk pembayaran pajak yang dilakukan warga negara
atau wajib pajak. Alasannya jelas bahwa gotong royong didasarkan atas semangat kebersamaan yang terwujud dalam semboyan filosofi hidup bangsa Indonesia “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Konsekuensinya, pihak yang mampu harus mendukung pihak yang kurang mampu, dengan menempatkan posisi pemerintah sebagai mediator untuk menjembatani kesenjangan. Pajak menjadi solusi untuk kesenjangan tersebut.Dalam konteks kekinian, khususnya dalam bidang tata kelola pemerintahan, apakah nilai-nilai Pancasila  telah sepenuhnya dilaksanakan oleh aparatur pemerintah? Ataukah Anda masih menemukan perilaku aparatur yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila?  Apabila jawabannya masih banyak perilaku yang menyimpang dari nilai-nilai Pancasila, sudah barang tentu perilaku seperti itu dapat dikategorikan perilaku yang tidak mensyukuri kemerdekaan Negara Republik Indonesia. Nilai-nilai  Pancasila berdasarkan teori kausalitas yang diperkenalkan Notonagoro (kausa materialis, kausa formalis, kausa efisien, kausa finalis), merupakan penyebab lahirnya negara

Munculnya permasalahan yang mendera Indonesia, memperlihatkan telah tergerusnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, perlu diungkap berbagai permasalahan di negeri tercinta ini yang menunjukkan pentingnya mata kuliah pendidikan Pancasila.

1.  Masalah Kesadaran Perpajakan
Kesadaran perpajakan menjadi permasalahan utama bangsa, karena uang dari pajak menjadi tulang punggung pembiayaan pembangunan. APBN 2016, sebesar 74,6 % penerimaan negara berasal dari pajak. Masalah yang muncul adalah masih banyak  Wajib Pajak Perorangan maupun  badan
(lembaga/instansi/perusahaan/dan lain-lain) yang masih belum sadar dalammemenuhi kewajiban perpajakan. Laporan yang disampaikan masih belum
sesuai dengan harta dan penghasilan yang sebenarnya dimiliki, bahkan banyak kekayaannya yang disembunyikan. Masih banyak warga negara yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak,  tidak membayar pajak tetapi ikut menikmati fasilitas yang disediakan oleh pemerintah.

2.  Masalah Korupsi
Masalah korupsi sampai sekarang masih banyak terjadi, baik di pusat maupun di daerah. Transparency Internasional (TI) merilis situasi korupsi di 188 negara untuk tahun 2015.  Berdasarkan data dari TI tersebut, Indonesia  masih menduduki peringkat 88 dalam urutan negara paling korup di dunia. Hal tersebut menunjukkan bahwa masih ditemukan adanya perilaku pejabat publik yang kurang sesuai dengan standar nilai/moral Pancasila. Agar perilaku koruptif tersebut ke depan dapat makin direduksi, maka mata kuliah pendidikan Pancasila  perlu diintensifkan di perguruan tinggi.  Hal tersebut dikarenakan mahasiswa merupakan kelompok elit intelektual generasi muda calon-calon pejabat publik di kemudian hari. Sebenarnya, perilaku koruptif ini hanya dilakukan oleh segelintir pejabat publik saja. Tetapi seperti kata peribahasa, karena nila setitik rusak susu sebelanga. Hal inilah tantangan yang harus direspon bersama agar prinsip  good
governance dapat terwujud dengan lebih baik di negara Indonesia.


3.  Masalah Lingkungan
Indonesia dikenal sebagai paru-paru dunia. Namun dewasa ini, citra tersebut perlahan mulai luntur seiring dengan banyaknya kasus pembakaran hutan, perambahan hutan menjadi lahan pertanian,  dan yang paling santer dibicarakan, yaitu beralihnya hutan Indonesia menjadi perkebunan.Selain masalah hutan, masalah keseharian yang dihadapi masyarakat Indonesia saat ini adalah sampah, pembangunan yang tidak memperhatikan ANDAL dan AMDAL, polusi yang diakibatkan pabrik dan kendaraan yang semakin banyak. Hal tersebut menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan masih perlu ditingkatkan.  Peningkatan kesadaran lingkungan  tersebut juga merupakan perhatian pendidikan Pancasila.











BAB 2
BAGAIMANA PANCASILA DALAM ARUS SEJARAH BANGSA INDONESIA?

A. Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila dalam Arus Sejarah Bangsa Indonesia

1. Periode Pengusulan Pancasila

Jauh sebelum periode pengusulan Pancasila, cikal bakal munculnya ideologi bangsa itu diawali dengan lahirnya rasa nasionalisme yang menjadi pembuka ke pintu gerbang kemerdekaan bangsa Indonesia. Ahli sejarah, Sartono Kartodirdjo, sebagaimana yang dikutip  oleh Mochtar Pabottinggi dalam artikelnya yang berjudul  Pancasila sebagai Modal Rasionalitas Politik,menengarai bahwa benih nasionalisme sudah mulai tertanam kuat dalam gerakan Perhimpoenan Indonesia yang sangat menekankan solidaritas dan kesatuan bangsa. Perhimpoenan Indonesia menghimbau agar segenap suku bangsa bersatu teguh menghadapi penjajahan dan keterjajahan. Kemudian,disusul lahirnya Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928 merupakan momenmomen perumusan diri bagi bangsa Indonesia. Kesemuanya itu merupakan modal politik awal yang sudah dimiliki tokoh-tokoh pergerakan sehingga sidang-sidang maraton BPUPKI yang difasilitasi Laksamana Maeda, tidak sedikitpun ada intervensi dari pihak penjajah Jepang. Para peserta sidang BPUPKI ditunjuk secara adil, bukan hanya atas dasar konstituensi, melainkan juga  atas dasar integritas dan rekam jejak di dalam konstituensi masingmasing. Oleh karena itu, Pabottinggi menegaskan bahwa diktum John Stuart Mill atas Cass R. Sunstein tentang keniscayaan mengumpulkan the best minds atau the best character yang dimiliki suatu bangsa, terutama di saat bangsa
tersebut hendak membicarakan masalah-masalah kenegaraan tertinggi, sudah terpenuhi. Dengan demikian, Pancasila tidaklah sakti dalam pengertian mitologis, melainkan sakti dalam pengertian berhasil memenuhi keabsahan prosedural dan keabsahan esensial sekaligus. (Pabottinggi, 2006: 158-159). Selanjutnya, sidang-sidang BPUPKI berlangsung secara bertahap dan penuh
dengan semangat musyawarah untuk melengkapi goresan sejarah bangsa Indonesia hingga sampai kepada masa sekarang ini.

       Masih ingatkah Anda sejarah perumusan Pancasila yang telah dipelajari sejak
di SMA/SMK/MA? Untuk membantu mengingatkan Anda, berikut ini dikemukakan beberapa peristiwa penting tentang perumusan Pancasila. Perlu Anda ketahui bahwa perumusan Pancasila itu pada awalnya dilakukan dalam sidang BPUPKI pertama yang dilaksanakan pada 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945. BPUPKI dibentuk oleh Pemerintah Pendudukan Jepang pada 29 April 1945 dengan jumlah anggota 60 orang. Badan ini diketuai oleh dr. Rajiman Wedyodiningrat yang didampingi oleh dua orang Ketua Muda (Wakil Ketua), yaitu Raden Panji Suroso dan Ichibangase (orang Jepang). BPUPKI dilantik oleh Letjen Kumakichi Harada, panglima tentara ke-16 Jepang di Jakarta, pada 28
Mei 1945. Sehari setelah dilantik, 29 Mei 1945, dimulailah sidang yang pertama dengan materi pokok pembicaraan calon dasar negara.



Siapa sajakah tokoh-tokoh yang berbicara dalam sidang BPUPKI tersebut? Menurut catatan sejarah, diketahui bahwa sidang tersebut menampilkan beberapa pembicara, yaitu Mr. Muh Yamin, Ir. Soekarno, Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Soepomo. Keempat tokoh tersebut menyampaikan usulan tentang dasar negara menurut pandangannya masing-masing. Meskipun demikian perbedaan pendapat di antara mereka tidak mengurangi semangat persatuan
dan kesatuan demi mewujudkan Indonesia merdeka. Sikap toleransi yang berkembang di kalangan para pendiri negara seperti inilah yang seharusnya
perlu diwariskan kepada generasi berikut, termasuk kita.Sebagaimana Anda ketahui bahwa salah seorang pengusul calon dasar negara dalam sidang BPUPKI adalah Ir. Soekarno yang berpidato pada 1 Juni 1945. Pada hari itu, Ir. Soekarno menyampaikan lima butir gagasan tentang dasar negara sebagai berikut:
a.  Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia,
b.  Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan,
c.  Mufakat atau Demokrasi,
d.  Kesejahteraan Sosial,
e.  Ketuhanan yang berkebudayaan.
      Berdasarkan catatan sejarah, kelima butir gagasan itu oleh Soekarno diberi nama Pancasila. Selanjutnya, Soekarno juga mengusulkan jika seandainya peserta sidang tidak menyukai angka 5, maka ia menawarkan angka 3, yaitu Trisila yang terdiri atas (1) Sosio-Nasionalisme, (2) Sosio-Demokrasi, dan (3) Ketuhanan Yang Maha Esa. Soekarno akhirnya juga menawarkan angka 1, yaitu Ekasila yang berisi asas Gotong-Royong.Sejarah mencatat bahwa pidato lisan Soekarno inilah yang di kemudian hari diterbitkan oleh Kementerian Penerangan Republik Indonesia dalam bentuk buku yang berjudul Lahirnya Pancasila (1947). Perlu Anda ketahui bahwa dari judul buku tersebut menimbulkan kontroversi seputar lahirnya Pancasila. Di satu pihak, ketika Soekarno masih berkuasa, terjadi semacam pengultusan terhadap Soekarno sehingga 1 Juni selalu dirayakan sebagai hari lahirnya Pancasila. Di lain pihak, ketika pemerintahan Soekarno jatuh, muncul upayaupaya “de-Soekarnoisasi” oleh penguasa Orde Baru sehingga dikesankan seolah-olah Soekarno tidak besar jasanya dalam penggalian dan perumusan Pancasila

        Setelah pidato Soekarno, sidang menerima usulan nama Pancasila bagi dasar
filsafat negara (Philosofische grondslag) yang diusulkan oleh Soekarno, dan kemudian dibentuk panitia kecil 8 orang (Ki Bagus Hadi Kusumo, K.H. Wahid Hasyim, Muh. Yamin, Sutarjo, A.A. Maramis, Otto Iskandar Dinata, dan Moh. Hatta) yang bertugas menampung usul-usul seputar calon dasar negara.
Kemudian, sidang pertama BPUPKI (29 Mei - 1 Juni 1945) ini berhenti untuk
sementara.

2.  Periode Perumusan Pancasila
        Hal terpenting yang mengemuka dalam sidang BPUPKI kedua pada 10 - 16 Juli 1945 adalah disetujuinya naskah awal  “Pembukaan Hukum Dasar” yang kemudian dikenal dengan nama Piagam Jakarta. Piagam Jakarta itu merupakan naskah awal pernyataan kemerdekaan Indonesia. Pada alinea keempat Piagam Jakarta itulah terdapat rumusan Pancasila sebagai berikut.
1.  Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi      pemelukpemeluknya.
2.  Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.  Persatuan Indonesia
4.  Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan  perwakilan.
5.  Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang dijuluki “Piagam Jakarta” ini di kemudian hari dijadikan “Pembukaan” UUD 1945, dengan sejumlah perubahan di sana-sini.

        Ketika para pemimpin Indonesia sedang sibuk mempersiapkan kemerdekaan menurut skenario Jepang, secara tiba-tiba terjadi perubahan peta politik dunia. Salah satu penyebab terjadinya perubahan peta politik dunia itu ialah takluknya Jepang terhadap Sekutu. Peristiwa itu ditandai dengan jatuhnya bom atom di kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Sehari setelah peristiwa itu, 7 Agustus 1945, Pemerintah Pendudukan Jepang di Jakarta mengeluarkan maklumat yang berisi:
(1) pertengahan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan
bagi Indonesia (PPKI),
(2) panitia itu rencananya akan dilantik 18 Agustus 1945 dan mulai
bersidang 19 Agustus 1945, dan
(3) direncanakan 24 Agustus 1945 Indonesia dimerdekakan. Esok paginya, 8 Agustus 1945, Sukarno, Hatta, dan Rajiman dipanggil Jenderal Terauchi (Penguasa Militer Jepang di Kawasan Asia Tenggara) yang
berkedudukan di Saigon, Vietnam (sekarang kota itu bernama Ho Chi Minh). Ketiga tokoh tersebut diberi kewenangan oleh Terauchi untuk segera membentuk suatu Panitia Persiapan Kemerdekaan bagi Indonesia sesuai dengan maklumat Pemerintah Jepang 7 Agustus 1945 tadi. Sepulang dari Saigon, ketiga tokoh tadi membentuk PPKI dengan total anggota 21 orang, yaitu: Soekarno, Moh. Hatta, Radjiman, Ki Bagus Hadikusumo, Otto Iskandar Dinata, Purboyo, Suryohamijoyo, Sutarjo, Supomo, Abdul Kadir, Yap Cwan Bing, Muh. Amir, Abdul Abbas, Ratulangi, Andi Pangerang, Latuharhary, I Gde Puja, Hamidan,Panji Suroso, Wahid Hasyim, T. Moh. Hasan  (Sartono Kartodirdjo, dkk., 1975: 16--17).Jatuhnya Bom di Hiroshima belum membuat Jepang takluk, Amerika dan sekutu akhirnya menjatuhkan bom lagi di Nagasaki pada 9 Agustus 1945 yang meluluhlantakkan  kota tersebut sehingga menjadikan kekuatan Jepang
semakin lemah. Kekuatan yang semakin melemah, memaksa Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada 14 Agustus 1945. Konsekuensi dari menyerahnya Jepang kepada sekutu, menjadikan daerah bekas pendudukan Jepang beralih kepada wilayah perwalian sekutu, termasuk Indonesia. Sebelum tentara sekutu dapat menjangkau wilayah-wilayah itu, untuk sementara bala tentara Jepang masih ditugasi sebagai sekadar penjaga kekosongan kekuasaan.

        Kekosongan kekuasaan ini tidak disia-siakan oleh para tokoh nasional. PPKI yang semula dibentuk Jepang karena Jepang sudah kalah dan tidak berkuasa lagi, maka para pemimpin nasional  pada waktu  itu segera  mengambil keputusan politis yang penting. Keputusan politis penting itu berupa melepaskan diri dari bayang-bayang kekuasaan Jepang dan mempercepat rencana kemerdekaan bangsa Indonesia








BAB III
PEMBAHASAN

Buku yang direview adalah buku Sarbaini Saleh, S.Sos.,M.Si dan buku Intan Ahmad dan Paristianti Nurwardani yang berjudul Pendidikan Kewarganegaraan Mewujudkan Masyarakat Madani  dan pendidikan pancasila untuk perguruan tinggi yang diterbitkan pada tahun 2010 dan 2016
3.1 KELEBIHAN BUKU
1. Dalam buku tersebut struktur bukunya sudah baik dan tersusun dengan rapi.
2. Didalam buku ini juga diberikan beberapa contoh ketika menjelaskan beberapa materi agar lebih jelas atau agar membuat si pembaca cepat menalar.
3. Terdapat pendahuluan didalam bab ini yang mempermudah pembaca menganalisis tentang materi yang akan dipaparkan dibab ini
4. Secara keseluruhan bab ini sudah dikatakan cukup baik dari segi pemamahan materi, hanya saja lebih spesifik lagi dalam mendalami isi dari materi nya.
5. Terdapat rangkuman dan latihan soal.
6. Menghubungkan materi dengan pandangan islam.

3.2 KEKURANGAN BUKU
1. Cara penulisan dalam buku ini masih kurang rapi karena masih banyaknya penulisan kata yang salah dan peletakan tanda bacanya kurang tepat
2. Penjelasan dalam penyajian materi masih banyak menggunakan kata-kata yang sukar untuk dimegerti yang membuat pembaca untuk sedikit lambat dalam memahaminya
3. Di dalam buku Pendidikan Kewarganegaraan karangan Sarbaini Shaleh ini masih bersifat teori atau pengetahuan sehingga kurang mempermudah pembaca untuk mengerti pemahaman tentang HAM
4. saja banyak terdapat kesalahan dalam tata letak huruf dan banyaknya tanda baca yang berlebihan.

BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Buku karangan Sarbaini Saleh, S.Sos., M.Si yang berjudul Pendidikan Kewarganegaraan: Mewujudkan Masyarakat Madani ini mempunyai tujuan yang bagus dan sangat membangun untuk para pembaca. Setelah membaca buku ini maka para pembaca akan mendapat ilmu pengetahuan dan informasi yang penting dan sangat bermanfaat bagi dirinya yang belum diketahui sebelumnya.
Hanya saja masih ada kekurangan dalam buku ini seperti penggunaan bahasa yang sukar untuk dipahami dan tidak adanya indeks pada buku ini. Begitu pula dengan peletakan tanda bacanya juga masih banyak yang kurang tepat lagi. Buku ini juga tidak mempunyai rangkuman dan juga latihan sehingga pembaca tidak bisa mengukur sejauh mana ini telah memahami materi yang telah ia kuasai.

4.2 SARAN
Buku karangan Sarbaini Saleh, S.Sos., M.Si yang berjudul Pendidikan Kewarganegaraan: Mewujudkan Masyarakat Madani memiliki keunggulan dan kelemahan dari berbagai macam segi, baik dari segi format dan penulisan struktur buku, penggunaan bahasa, penggunaan tanda baca, kualitas isi buku dan sebagainya. Jadi, apa yang menjadi keunggulan ini maka hendaknya di tingkatkan lagi agar kualisas buku ini semakin peningkat dan para pembaca semakin semangat untuk membacanya beberapa tahun kedepannya. Dan apa yang menjadi kelemahan dari buku ini hendaknya diperbaiki agar kesempurnaan buku ini tercapai.








DAFTAR PUSTAKA

Saleh, Sarbaini. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan: Mewujudkan Masyarakat Madani. Bandung: Citapustaka Media Perintis.
Abdulgani, Roeslan. 1979. Pengembangan Pancasila Di Indonesia. Jakarta: Yayasan Idayu.
Admoredjo, Sudjito bin. 2009. “Negara Hukum dalam Perspektif Pancasila”. Makalah dalam Kongres Pancasila di UGM Yogyakarta, 30 --31 Mei s.d. 1 Juni 2009.
Aiken, H. D.. 2009. Abad Ideologi, Yogyakarta: Penerbit Relief.Ali, As’ad Said. 2009. Negara Pancasila Jalan Kemaslahatan Berbangsa. Jakarta: Pustaka LP3ES.
Asdi, Endang  Daruni.  2003.  Manusia  Seutuhnya  Dalam Moral Pancasila. Jogjakarta: Pustaka Raja.
Bahar, Saafroedin, Ananda B. Kusuma, dan Nannie Hudawati (peny.). 1995, Risalah  Sidang  Badan  Penyelidik Usaha-Usaha  Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI), Panitia  Persiapan  Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 28 Mei 1945 --22 Agustus 1945, Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta.

2 komentar: