Sabtu, 27 April 2019

Makalah menejemen pendidikan|tentang konsep dan penerapan fungsienejemen

Silahkan Download file ini di link dibawah ini


MAKALAH
KONSEP DAN PENERAPAN  FUNGSI MENAJEMEN PENDIDIKAN
                                   
Dosen pengampuh:Drs.Hidir Efendi, M.Pd.
Disusun Oleh:
Ramadhan Winarto
Richo Handika
Ilman Nazari
Fitra Jaka Pratama






FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2018

KATA PENGATAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul  KONSEP DAN PENERAPAN FUNGSI MENAJEMEN PENDIDIKAN ini tepat pada waktunya.
Alhamdulillah dengan selesainya makalah ini yang di susunya adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Profesi Pendidikan, oleh karena itu kami ucapkan terimakasih kepada:
1. 1.Dosen pengampu yang memberikan mbimbingan dalam penyusunan makalah. Bapak. Drs.Hidir Efendi, M,Pd.
2. 2.Rekan-rekan mahasiswa Universitas Negeri Medan.
3. 3.Teman-teman yang telah berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, untuk itu kami tetap mengharap keritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.


     

   
                                                                        Medan, Maret 2018
                                                                                                      ( Penulis)
                               
                                                                                   
   











DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................................................       
KATA PENGANTAR....................................................................................................................     
DAFTAR ISI...............................................................................................................................   
BAB I PENDAHULUAN
      A.Latar Belakang Masalah..............................................................................
      B.Rumusan Masalah.......................................................................................
      C.Tujuan Masalah..........................................................................................
BAB II PEMBAHASAN
TINJAUAN TEORITIS TENTANG KONSEP DAN FUNGSI-FUNGSI               MANAJEMEN PENDIDIKAN
            A.Konsep Menajemen........................................................................................
  1. Pengertian Manajemen Pendidikan.............................................................
  2. Tujuan Manajemen Pendidikan...................................................................
    3. Prinsip Manajemen......................................................................................
B. Fungsi Manajemen Pendidikan.....................................................................
    1.Planning (perencanaan);...............................................................................
    2.Organizing (pengorganisasian);...................................................................
              3.Staffing (penentuan staf);.............................................................................
  4.Directing (pengarahan); dan.........................................................................
              5.Controlling (pengawasan).............................................................................

BAB III PENUTUP
Simpulan..............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................






BAB I
PENDAHULUAN

Pendidikan di Indonesia menganut konsep pendidikan seumur hidup. Oleh sebab itu pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah, keluarga, dan masyarakat. Agar tujuan pendidikan nasional dapat terwujud, maka pendidikan itu sendiri membutuhkan pengelolaan secara baik. Pengelolaan pendidikan baik oleh pemerintah dan swasta untuk jalur pendidikan sekolah maupun luar sekolah pada setiap jenis dan jenjang pendidikan sangat diperlukan dalam rangka pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Satuan pendidikan yang didirikan oleh pemerintah diselenggarakan oleh Mendikbud atau menteri lain, sedang satuan pendidikan yag didirikan oleh masyarakat diselenggarakan oleh yayasan atau badan yang bersifat sosial. Kepala sekolah pada tingkat pendidikan dasar dan menengah, rektor pada tingkat uninversitas /institut, ketua pada tingkat akademi/sekolah bertanggungjawab atas penyelenggaraan kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan lainnya dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana.
Dalam kontek manajemen pendidikan, agar pimpinan atau kepala sekolah dan kinerja guru dalam aplikasinya di lembaga persekolahan agar dapat mencapai standar tertentu, maka dibutuhkan suatu manajemen kinerja (performance management). Di lembaga pendidikan selain praktisi pendidikan (perencana) pendidikan, maka ujung tombak yang mampu mengangkat keberhasilan pendidikan adalah para guru, termasuk di dalamnya adalah guru yang bertindak sebagai kepala sekolah (manajer pendidikan).
Dengan mengacu pada penerapan fungsi manajemen di atas, di bawah ini akan dibicarakan tentang manajemen pendidikan di sekolah. Dalam mengembangkan manajemen kinerja guru, didalamnya harus dapat membangun harapan yang jelas serta pemahaman tentang fungsi-fungsi manajemen di atas dapat diaplikasikan dalam program kegiatan kependidikan. Kepala sekolah dan guru dalam tugasnya sebagai pemimpin pendidikan, dalam hal ini secara esensial yang diharapkan mampu melakukan proses manajerial secara utuh. Ukuran keterlibatan secara optimal seorang kepala sekolah dan guru dapat dilihat dari:
1. Seberapa besar kontribusi pekerjaan kepala sekolah dan guru bagi pencapaian tujuan pendidikan di sekolah melakukan pekerjaan dengan baik
2. Bagaimana guru dan kepala sekolah bekerja sama untuk mempertahankan, memperbaiki, maupun mengembangkan kinerja guru yang sudah ada sekarang.
3. Bagaimana prestasi kerja akan diukur.
4. Mengenali berbagai hambatan kinerja dan berupaya menyingkirkannya.
Dalam konsep ini pimpinan dan guru dalam lembaga pendidikan mmpunyai kemampuan untuk mengidentifikasi dan menanggulangi kesulitan atau persoalan. Evaluasi dalam fungsi manajenen adalah salah satu bagian dari manajemen pendidikan, yang merupakan proses di mana kepala sekolah dan guru secara perseorangan dinilai dan dievaluasi. Ini dipakai untuk menjawab pertanyaan, “ Seberapa baikkah kinerja seorang kepala sekolah dan guru pada suatu periode tertentu dalam penerapan konsep dan fungsi manajemen pendidikan tersebut?
Bertitik tolak dari hal tersebut penulis mencoba untuk mengadakan penelitian yang hasilnya akan dituangkan dalam makalah yang berjudul: “Konsep dan Penerapan Fungsi-Fungsi Manajemen Pendidikan di Madrasah Ibtidayah Negeri Sungai Lulut Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar”.
Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan di atas, maka batasan masalah dalam penulisan makalah ini agar lebih terarah penulis hanya menfokuskan pada masalah-masalah pokok bagaimana karakteristik MIN Sungai Tabuk Kab. Banjar untuk menjawab dari fokus atau persoalan pokok tersebut, maka pertanyaan yang perlu dicari jawabannya sebagai berikut:
Bagaimana peran kepala madrasah dalam penerapan konsep dan fungsi manajemen pendidikian dalam hal perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengerahan (actuating), pengawasan (controlling) pendidikan di Madrasah Ibtidayah Negeri Sungai Lulut Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar ?
Untuk memahami konsep pendidikan secara umum, maka dapat diajukan berbagai pertanyaan sebagai berikut.
A. Apa: Apa yang dimaksud dengan “pendidikan”? pertanyaan ini menuntut jawaban mengenai definisi pendidikan.
B. Mengapa: Pertanyaan tentang apa tujuan pendidikan yang hendak dicapai? Jawaban atas pertanyaan ini adalah rumusan berbagai aspek tujuan pendidiakn yang telah dirumuska dalam tujuan pendidikan nasioanal.
C. Untuk apa: Pertanyaan ini berkenaan dengan siapa yang menjadi sasaran pendidikan? Jawaban atas pertanyaan tersebut adalah pemahaman mengenai tenaga kependidikan.
D. Bagaimana: Pertanyaan ini berkenaan dengan cara dan prosedur yang ditempuh dalam proses pendidikan. Jawaban atas pertanyaan ini adalah pemahaman tentang konsep kurikulum, pembelajaran dan belajar.














BAB II
PEMBAHASAN

TINJAUAN TEORITIS TENTANG KONSEP DAN FUNGSI-FUNGSI MANAJEMEN PENDIDIKAN

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak.
A. Konsep Manajemen Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu dimensi pembangunan. Proses pendidikan terkait dengan proses pembangunan. Sedangkan pembangunan diarahkan dan bertujuan untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas dan pembangunan di bidang ekonomi, yang saling menunjang satu dengan yang lainnya dalam upaya mencapai tujuan pembangunan nasional.
Proses pendidikan berkenaan dengan semua upaya untuk mengembangkan mutu sumber daya manusia, sedangkan manusia yang bermutu itu pada hakikatnya telah dijabarkan dan dirumuskan secara jelas dalam rumusan tujuan pendidikan dan tujuan pendidikan itu sendiri searah dengan tujuan pembangunan secara keseluruhan.

1. Pengertian Manajemen Pendidikan
Manajemen pendidikan terdiri dari dua istilah, yaitu manajemen dan pendidikan. Sebelum mengartikan istilah manajemen pendidikan, terlebih dahulu dikemukakan pengertian manajemen dan pengertian pendidikan.
Setiap ahli memberi pandangan yang berbeda tentang batasan manajemen, karena itu tidak mudah member arti universal yang dapat diterima semua orang. Namun demikian dari pikiran-pikiran ahli tentang definisi manajemen kebanyakan menyatakan bahwa manajemen merupakan suatu proses mendayagunakan orang dan sumber lainnya untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efesien.
Dalam buku Kapita Selekta Administrasi Dan Manajemen Pendidikan oleh Husnul Yaqin disebutkan Manajemen berasal dari kata “manage” atau “managiare” yang berarti melatih kuda dalam melangkahkan kakinya, karena kuda mempunyai daya mampu yang hebat.
Dari segi bahasa manajemen berasal dari bahasa Inggris yang merupakan terjemahan langsung dari kata management yang berarti pengelolaan, ketata laksanaan, atau tata pimpinan. Sementara dalam kamus Inggris Indonesia karangan John M. Echols dan Hasan Shadily (1995: 372) management berasal dari akar kata to manage yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola, dan memperlakukan.
Menurut Stoner sebagaimana dikutip oleh T. Hani Handoko mengemukakan bahwa manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Sementara manajemen menurut istilah adalah proses mengkordinasikan aktifitas-aktifitas kerja sehingga dapat selesai secara efesien dan efektif dengan dan melalui orang lain (Robbin dan Coulter, 2007:8).
Istilah manajemen mengacu kepada proses pelaksanaan aktivitas yang diselesaikan secara efesien dengan dan melalui pendayagunaan orang lain. Siagian (1978) menyebutkan manajemen adalah kemampuan dan keterampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan–kegiatan orang lain. Sedangkan Hersey dan Blanchard (1988:144) menyebutkan bahwa manajemen adalah suatu proses bagaimana pencapaian sasaran organisasi melalui kepemimpinan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan suatu proses kontinu yang bermuatan kemampuan dan keterampilan khusus yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu kegiatan baik secara perorangan maupan bersama orang lain dalam mengkoordinasi dan menggunakan segala sumber untuk mencapai tujuan organisasi secara produktif, efektif, dan efesien.
Selanjutnya definisi tentang pendidikan banyak dikemukakan oleh para ahli dalam rumusan yang beraneka ragam. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. (Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994: 232). Sementara Ahmad D. marimba memberikan definisi, “Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.”(Marimba, 1980: 19).
Menurut UU No. 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Dari pengertian manajemen dan pendidikan di atas, maka manajemen pendidikan bisa di artikan sebagai suatu proses yang mengandung fungsi-fungsi yang harus dijalankan dalam penyelenggaraan pendidikan sehingga pendidikan itu dapat berjalan secara efektif dan efesien menghasilkan peserta didik yang mempunyai pengetahuan, kepribadian dan keterampilan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
Secara sederhana manajemen pendidikan adalah suatu lapangan dari studi dan praktik yang terkait dengan organisasi pendidikan. Manajemen pendidikan merupakan proses manajemen dalam pelaksanaan tugas pendidikan dengan mendayagunakan segala sumber secara efesien untuk mencapai tujuan secara efektif. Mengadaptasi pengertian manajemen dari para ahli dapat dikemukakan bahwa manajemen pendidikan adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha pendidikan agar mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Secara khusus dalam konteks pendidikan, Djam’an Satori memberikan pengertian manajemen pendidikan dengan menggunakan istilah administrasi pendidikan yang diartikan sebagai “keseluruhan proses kerja sama dengan memanfaatkan semua sumber personil dan materil yang tersedia dan sesuai untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien”.
Sedangkan Hadari Nawawi mengemukakan bahwa “Administrasi pendidikan sebagai rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu terutama berupa lembaga pendidikan formal”. Secara esensial dapat ditarik benang merah tentang pengertian manajemen pendidikan:
a. Manajemen pendidikan merupakan suatu kegiatan
b. Manajemen pendidikan memanfaatkan berbagai sumber daya
c. Manajemen pendidikan berupaya untuk mencapai tujuan tertentu

2. Tujuan Manajemen Pendidikan
Dilakukan manajemen agar pelaksanaan suatu usaha terencana secara sistematis dan dapat dievaluasi secara benar, akurat dan lengkap sehingga mencapai tujuan secara produktif, berkualitas, efektif dan efesien.
a. Produktivitas adalah perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh (output) dengan jumlah sumber yang dipergunakan (input). Produktivitas dapat dinyatakan secara kuantitas maupun kualitas.
b. Kualitas menunjukkan kepada suatu ukuran penilaian atau penghargaan yang diberikan atau dikenakan kepada barang (products) dan/atau jasa (services) tertentu berdasarkan pertimbangan objektif atas bobot dan/atau kinerjanya (Pfeffer end Coote, 1991).
c. Efektivitas adalah ukuran keberhasilan tujuan organisasi.
d. Efesiensi berkaitan dengan cara yaitu membuat sesuatu dengan betul (doing things right) sementara efektivitas adalah menyangkut tujuan (doing the right things) atau efektivitas adalah perbandingan antara rencana tujuan yang dicapai, efesiensi lebih ditekankan pada perbandingan antara input/sumber daya dengan output. Efesiensi pendidikan adalah bagaimana tujuan itu dicapai dengan memiliki tingkat efesiensi waktu, biaya, tenaga dan sarana.



3. Prinsip Manajemen
Douglas (1963: 13-17) merumuskan prinsip-prinsip manajemen pendidikan sebagai berikut:
a. Memprioritaskan tujuan di atas kepentingan pribadi dan kepentingan mekanisme kerja.
b. Mengkoordinasikan wewenang dan tanggung jawab.
c. Memberikan tanggung jawab pada personil sekolah hendaknya sesuai dengan sifat-sifat dan kemampuannya.
d. Mengenal secara baik faktor-faktor psikologis manusia.
e. Relativitas nilai-nilai.
Prinsip di atas memiliki esensi bahwa manajemen dalam ilmu dan praktiknya harus memperhatikan tujuan, orang-orang, tugas-tugas, dan nilai-nilai. Hal ini hampir selaras dengan apa yang dikemukakan Fattah (1996: 33) yang mengklasifikasikan prinsip manajemen ke dalam tiga ranah yaitu:
Prinsip manajemen berdasarkan sasaran: bahwa tujuan adalah sangat esensial bagi organisasi.
Prinsip manajemen berdasarkan orang; adalah suatu aktivitas manajemen yang diarahkan pada pengembangan sumber daya manusia.
Prinsip manajemen berdasarkan informasi; adalah aktivitas manajemen yang membutuhkan data dan informasi secara cepat, lengkap dan akurat.

B. Fungsi Manajemen Pendidikan
Manajemen pendidikan mempunyai fungsi yang terpadu dengan proses pendidikan khususnya dengan pengelolaan proses pembelajaran. Dalam hubungan ini, terdapat beberapa fungsi manajemen pendidikan. Berkenaan dengan fungsi-fungsi manajemen ini, H. Siagian (1977) mengungkapkan pandangan dari beberapa ahli, sebagai berikut:
Menurut G.R. Terry terdapat empat fungsi manajemen, yaitu :
1. Planning (perencanaan);
2. Organizing (pengorganisasian);
3. Actuating (pelaksanaan); dan
4. Controlling (pengawasan).
Henry Fayol terdapat lima fungsi manajemen, meliputi :
1. Planning (perencanaan);
2. Organizing (pengorganisasian);
3. Commanding (pengaturan);
4. Coordinating (pengkoordinasian); dan
5. Controlling (pengawasan).
Harold Koontz dan Cyril O’ Donnel mengemukakan lima fungsi manajemen, mencakup:
1. Planning (perencanaan);
2. Organizing (pengorganisasian);
3. Staffing (penentuan staf);
4. Directing (pengarahan); dan
5. Controlling (pengawasan).
L. Gullick mengemukakan tujuh fungsi manajemen, yaitu:
1. Planning (perencanaan);
2. Organizing (pengorganisasian);
3. Staffing (penentuan staf);
4. Directing (pengarahan);
5. Coordinating (pengkoordinasian);
6. Reporting (pelaporan); dan
7. Budgeting (penganggaran).
Untuk memahami lebih jauh tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan, di bawah akan dipaparkan tentang fungsi-fungsi manajemen pendidikan dalam perspektif persekolahan, dengan merujuk kepada pemikiran G.R. Terry, meliputi :
1. Perencanaan (planning)
Perencanaan tidak lain merupakan kegiatan untuk menetapkan tujuan yang akan dicapai beserta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana disampaikan oleh Louise E. Boone dan David L. Kurtz (1984) bahwa: planning may be defined as the proses by which manager set objective, asses the future, and develop course of action designed to accomplish these objective. Sedangkan T. Hani Handoko (1995) mengemukakan bahwa : “ Perencanaan (planning) adalah pemilihan atau penetapan tujuan organisasi dan penentuan strategi, kebijaksanaan, proyek, program, prosedur, metode, sistem, anggaran dan standar yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Pembuatan keputusan banyak terlibat dalam fungsi ini.”
Arti penting perencanaan terutama adalah memberikan kejelasan arah bagi setiap kegiatan, sehingga setiap kegiatan dapat diusahakan dan dilaksanakan seefisien dan seefektif mungkin. T. Hani Handoko mengemukakan sembilan manfaat perencanaan bahwa perencanaan:
A. Membantu manajemen untuk menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan;
B. Membantu dalam kristalisasi persesuaian pada masalah-masalah utama; Memungkinkan manajer memahami keseluruhan gambaran;
C. Membantu penempatan tanggung jawab lebih tepat;
D. Memberikan cara pemberian perintah untuk beroperasi;
E. Memudahkan dalam melakukan koordinasi di antara berbagai bagian organisasi
F. Membuat tujuan lebih khusus, terperinci dan lebih mudah dipahami;
G. Meminimumkan pekerjaan yang tidak pasti; dan
H. Menghemat waktu, usaha dan dana.
Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) mengemukakan langkah-langkah pokok dalam perencanaan, yaitu :
1) Penentuan tujuan dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1) menggunakan kata-kata yang sederhana, 2) mempunyai sifat fleksibel, 3)mempunyai sifat stabilitas, 4) ada dalam perimbangan sumber daya, dan 5)meliputi semua tindakan yang diperlukan.
2) Pendefinisian gabungan situasi secara baik, yang meliputi unsur sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya modal.
3) Merumuskan kegiatan yang akan dilaksanakan secara jelas dan tegas.

Hal senada dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko (1995) bahwa terdapat empat tahap dalam perencanaan, yaitu :
a. Menetapkan tujuan atau serangkaian tujuan;
b. Merumuskan keadaan saat ini;
c. Mengidentifikasi segala kemudahan dan hambatan;
d. Mengembangkan rencana atau serangkaian kegiatan untuk pencapaian tujuan
Pada bagian lain, Indriyo Gito Sudarmo dan Agus Mulyono (1996) mengemukakan bahwa atas dasar luasnya cakupan masalah serta jangkauan yang terkandung dalam suatu perencanaan, maka perencanaan dapat dibedakan dalam tiga bentuk, yaitu : 1) rencana global yang merupakan penentuan tujuan secara menyeluruh dan jangka panjang, 2) rencana strategis merupakan rencana yang disusun guna menentukan tujuan-tujuan kegiatan atau tugas yang mempunyai arti strategis dan mempunyai dimensi jangka panjang, dan 3) rencana operasional yang merupakan rencana kegiatan-kegiatan yang berjangka pendek guna menopang pencapaian tujuan jangka panjang, baik dalam perencanaan global maupun perencanaan strategis.
Perencanaan strategik akhir-akhir ini menjadi sangat penting sejalan dengan perkembangan lingkungan yang sangat pesat dan sangat sulit diprediksikan, seperti perkembangan teknologi yang sangat pesat, pekerjaan manajerial yang semakin kompleks, dan percepatan perubahan lingkungan eksternal lainnya.
Pada bagian lain lagi, T. Hani Handoko memaparkan secara ringkas tentang langkah-langkah dalam penyusunan perencanaan strategik, sebagai berikut:
a.  Penentuan misi dan tujuan, yang mencakup pernyataan umum tentang misi, falsafah dan tujuan. Perumusan misi dan tujuan ini merupakan tanggung jawab kunci manajer puncak. Perumusan ini dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dibawakan manajer. Nilai-nilai ini dapat mencakup masalah-masalah sosial dan etika, atau masalah-masalah umum seperti macam produk atau jasa yang akan diproduksi atau cara pengoperasian perusahaan.
b.  Pengembangan profil perusahaan, yang mencerminkan kondisi internal dan kemampuan perusahaan dan merupakan hasil analisis internal untuk mengidentifikasi tujuan dan strategi sekarang, serta memerinci kuantitas dan kualitas sumber daya -sumber daya perusahaan yang tersedia. Profil perusahaan menunjukkan kesuksesan perusahaan di masa lalu dan kemampuannya untuk mendukung pelaksanaan kegiatan sebagai implementasi strategi dalam pencapaian tujuan di masa yang akan datang.
c.   Analisa lingkungan eksternal, dengan maksud untuk mengidentifikasi cara-cara dan dalam apa perubahan-perubahan lingkungan dapat mempengaruhi organisasi. Disamping itu, perusahaan perlu mengidentifikasi lingkungan lebih khusus, seperti para penyedia, pasar organisasi, para pesaing, pasar tenaga kerja dan lembaga-lembaga keuangan, di mana kekuatan-kekuatan ini akan mempengaruhi secara langsung operasi perusahaan.
Meski pendapat di atas lebih menggambarkan perencanaan strategik dalam konteks bisnis, namun secara esensial konsep perencanaan strategik ini dapat diterapkan pula dalam konteks pendidikan, khususnya pada tingkat persekolahan, karena memang pendidikan di Indonesia dewasa ini sedang menghadapi berbagai tantangan internal maupun eksternal, sehingga membutuhkan perencanaan yang benar-benar dapat menjamin sustanabilitas pendidikan itu sendiri.



2. Pengorganisasian (organizing)
Fungsi manajemen berikutnya adalah pengorganisasian (organizing). George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa : “Pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan-hubungan kelakuan yang efektif antara orang-orang, sehingga mereka dapat bekerja sama secara efisien, dan memperoleh kepuasan pribadi dalam melaksanakan tugas-tugas tertentu, dalam kondisi lingkungan tertentu guna mencapai tujuan atau sasaran tertentu”.
Lousie E. Boone dan David L. Kurtz (1984) mengartikan pengorganisasian : “… as the act of planning and implementing organization structure. It is the process of arranging people and physical resources to carry out plans and acommplishment organizational obtective”. Dari kedua pendapat di atas, dapat dipahami bahwa pengorganisasian pada dasarnya merupakan upaya untuk melengkapi rencana-rencana yang telah dibuat dengan susunan organisasi pelaksananya. Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pengorganisasian adalah bahwa setiap kegiatan harus jelas siapa yang mengerjakan, kapan dikerjakan, dan apa targetnya.
Berkenaan dengan pengorganisasian ini, Hadari Nawawi (1992) mengemukakan beberapa asas dalam organisasi, diantaranya adalah : (a) organisasi harus profesional, yaitu dengan pembagian satuan kerja yang sesuai dengan kebutuhan; (b) pengelompokan satuan kerja harus menggambarkan pembagian kerja; (c) organisasi harus mengatur pelimpahan wewenang dan tanggung jawab; (d) organisasi harus mencerminkan rentangan kontrol; (e) organisasi harus mengandung kesatuan perintah; dan (f) organisasi harus fleksibel dan seimbang.
Ernest Dale seperti dikutip oleh T. Hani Handoko mengemukakan tiga langkah dalam proses pengorganisasian, yaitu : (a) pemerincian seluruh pekerjaan yang harus dilaksanakan untuk mencapai tujuan organisasi; (b) pembagian beban pekerjaan total menjadi kegiatan-kegiatan yang logik dapat dilaksanakan oleh satu orang; dan (c) pengadaan dan pengembangan suatu mekanisme untuk mengkoordinasikan pekerjaan para anggota menjadi kesatuan yang terpadu dan harmonis.

3. Pelaksanaan/Penggerakkan (actuating)
Dari seluruh rangkaian proses manajemen, pelaksanaan (actuating) merupakan fungsi manajemen yang paling utama. Dalam fungsi perencanaan dan pengorganisasian lebih banyak berhubungan dengan aspek-aspek abstrak proses manajemen, sedangkan fungsi actuating justru lebih menekankan pada kegiatan yang berhubungan langsung dengan orang-orang dalam organisasi.
Dalam hal ini, George R. Terry (1986) mengemukakan bahwa actuating merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran perusahaan dan sasaran anggota-anggota perusahaan tersebut oleh karena para anggota itu juga ingin mencapai sasaran-sasaran tersebut.
Dari pengertian di atas, pelaksanaan (actuating) tidak lain merupakan upaya untuk menjadikan perencanaan menjadi kenyataan, dengan melalui berbagai pengarahan dan pemotivasian agar setiap karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawabnya.
Hal yang penting untuk diperhatikan dalam pelaksanan (actuating) ini adalah bahwa seorang karyawan akan termotivasi untuk mengerjakan sesuatu jika : (1) merasa yakin akan mampu mengerjakan, (2) yakin bahwa pekerjaan tersebut memberikan manfaat bagi dirinya, (3) tidak sedang dibebani oleh problem pribadi atau tugas lain yang lebih penting, atau mendesak, (4) tugas tersebut merupakan kepercayaan bagi yang bersangkutan dan (5) hubungan antar teman dalam organisasi tersebut harmonis.

4. Pengawasan (controlling)
Pengawasan (controlling) merupakan fungsi manajemen yang tidak kalah pentingnya dalam suatu organisasi. Semua fungsi terdahulu, tidak akan efektif tanpa disertai fungsi pengawasan. Dalam hal ini, Louis E. Boone dan David L. Kurtz (1984) memberikan rumusan tentang pengawasan sebagai : “… the process by which manager determine wether actual operation are consistent with plans”.
Sementara itu, Robert J. Mocker sebagaimana disampaikan oleh T. Hani Handoko (1995) mengemukakan definisi pengawasan yang di dalamnya memuat unsur esensial proses pengawasan, bahwa : “Pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan – tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.”
Dengan demikian, pengawasan merupakan suatu kegiatan yang berusaha untuk mengendalikan agar pelaksanaan dapat berjalan sesuai dengan rencana dan memastikan apakah tujuan organisasi tercapai. Apabila terjadi penyimpangan di mana letak penyimpangan itu dan bagaimana pula tindakan yang diperlukan untuk mengatasinya.
Selanjutnya dikemukakan pula oleh T. Hani Handoko bahwa proses pengawasan memiliki lima tahapan, yaitu:
a. Penetapan standar pelaksanaan; Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan;
b. Pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata;
c. Pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan penganalisaan penyimpangan-penyimpangan; dan
d. Pengambilan tindakan koreksi, bila diperlukan.
Mengadopsi fungsi manajemen dari para ahli, fungsi manajemen yang sesuai dengan profil kinerja pendidikan secara umum adalah melaksanakan planning, organizing, staffing, coordinating, leading (facilitating, motivating, innovating), reporting, controlling. Namun demikian dalam operasionalisasinya dapat dibagi dua yaitu fungsi manajemen pada tingkat/level makro/masso seperti departemen dan dinas dengan melakukan fungsi manajemen secara umum dan pada level institusi pendidikan mikro yaitu sekolah yang lebih menekankan pada fungsi planning, organizing, motivating, innovating, controlling.
Demikian juga yang terdapat dalam buku Kapita Selekta Administrasi Dan Manajemen Pendidikan oleh Husnul Yaqin disebutkan paling tidak ada lima unsur pentng yang harus ada dalam manajemen pendidikan yang kita coba lihat isyarat-isyaratnya dalam al-Qur’an yang meliputi:

1) Planning (perencanaan)
2) Organizing (pengorganisasian)
3) Actuating (penggerakan)
4) Communication (komunikasi)
5) Controlling (pengawasan)
Fungsi-fungsi manajemen ini berjalan saling berinteraksi dan saling kait mengkait antara satu dengan lainnya, sehingga menghasilkan apa yang disebut dengan proses manajemen. Dengan demikian, proses manajemen sebenarnya merupakan proses interaksi antara berbagai fungsi manajemen.
Dalam perspektif persekolahan, agar tujuan pendidikan di sekolah dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka proses manajemen pendidikan memiliki peranan yang amat vital. Karena bagaimana pun sekolah merupakan suatu sistem yang di dalamnya melibatkan berbagai komponen dan sejumlah kegiatan yang perlu dikelola secara baik dan tertib. Sekolah tanpa didukung proses manajemen yang baik, boleh jadi hanya akan menghasilkan kesemrawutan lajunya organisasi, yang pada gilirannya tujuan pendidikan pun tidak akan pernah tercapai secara semestinya.
Dengan demikian, setiap kegiatan pendidikan di sekolah harus memiliki perencanaan yang jelas dan realisitis, pengorganisasian yang efektif dan efisien, pengerahan dan pemotivasian seluruh personil sekolah untuk selalu dapat meningkatkan kualitas kinerjanya, dan pengawasan secara berkelanjutan.
















BAB III
PENUTUP
Simpulan
Manajemen sering didefinisikan sebagai "pencapaian tujuan melalui orang lain". Maksudnya adalah pertama berkaitan dengan "pencapaian tujuan". Manajemen selalu berkaitan dengan sebuah usaha untuk mencapai tujuan tertentu dan bukan semata-mata sebuah posisi atau jabatan di dalam perusahaan. Kedua adalah berkaitan dengan aspek "melalui orang lain". Sebagai sebuah aktivitas, manajemen selalu menyangkut orang-orang lain, yakni bawahan-bawahan; dan pada usaha untuk mengarahkan atau mengkoordinasi kerja dari orang-orang tersebut.
























DAFTAR PUSTAKA

Engkoswara, H. dan Komariah, Aan, (2011), Administrasi Pendidikan, Bandung: Alfabeta.
Hamalik, Oemar, (2006), Manajemen Pengembangan Kurikulum, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Marno dan Supriyatno, Triyo, (2008), Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan Islam, Bandung: PT. Refika Aditama.
Robbin and Coulter, (2007), Manajemen (edisi kedelapan), Jakarta: PT Indeks.
Sudrajat, Akhmad, Konsep Manajemen sekolah, http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/03/konsep-manajemen-sekolah/, accessed 16 Februari 2012.
Syaddad, farhan, Manajemen Pendidikan Islam, http://farhansyaddad.wordpress.com/2009/10/30/manajemen-pendidikan-islam/, Accessed 16 Februari 2012.
Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, (2009), Manajemen Pendidikan, Bandung: Alfabeta.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, (2006), Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Penerbit Fokusmedia.
Yaqin, Husnul, (2011), Kapita Selekta Administrasi Dan Manajemen Pendidikan, Banjarmasin: Antasari Press.
http://nayukpuspita-ap.blogspot.com/2011/01/penerapan-fungsi-manajemen-dalam.html, accessed 16 Februari 2012
http://www.tokoblog.net/2010/08/manajemen-pendidikan.html, accessed 16 Februari 2012.
https://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan

Critical book report (cbr) perencanaan pembelajaran

Silahkan Download file dengan klik link di bawah ini..  Filenya sudah rapi 


CRITICAL BOOK REPORT






Instructional Design Case Studies in Communities of Practice
Michael J. Keppel 


DISUSUN OLEH:

PROGRAM STUDI S1 
PENDIDIKAN TEKNIK INFORMATIKA DAN KOMPUTER
FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN 
Maret  2019

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dengan ini kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Critical Book Report Perencanaan Pembelajaran ini.

Tugas Critical Book Report ini telah kami usahakan dengan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan dari berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar proses pembuatan makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan tugas Perencanaan Pembelajaran ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Kami menyadari bahwa tulisan ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari para teman-teman sangat dibutuhkan untuk penyempurnaan makalah ini kedepannya. Terima kasih.



                                                           Medan, 25 Maret  2019


Kelompok  4

DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1
1.1      Latar Belakang 1
1.2      Tujuan Penulisan Critical Book Report 1
1.3      Manfaat Critical Book Report 1
1.4 Identitas Buku 1

BAB II RINGKASAN ISI BUKU 2
2.1 Ringkasan isi buku 2
BAB III PEMBAHASAN 28
3.1 Pembahasan Isi Buku 28
3.2 Kelebihan dan Kekurangan Buku 28

BAB IV PENUTUP 30
3.1       Kesimpulan 30
3.2 Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 31







BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Rasionalisasi Pentingnya CBR
Pengalam bangsa Indonesia sejak merdeka tahun 1945 mengalami masa pasang surut. Ada kemajuan yang didapat, namun pula ada hambatan, ancaman, dan tantangan yang silih berganti. Ragam tantangan dan ancaman itu mulai dari kembalinya penjajah ke Indonesia, pemberontakan dalam negeri, pemisahan wilayah, pertikaian politik, perebutan kekuasaan, inflasi dan krisis ekonomi, dan bencana alam.
Critical book review ini mengkaji pengertian dan konsep ketahanan Nasional. Pemahanan yang baik mengenai ketahanan nasional bagi warga Negara Indonesia penting karena dapat mengenali potensi-potensi ancaman dimasa depan serta kemampuan emberi alternative penyelesaianya.

1.2 Tujuan Penulisan CBR
1. Menuntut setiap mahasiswa untuk berfikir sistematis dan kritis;
2. Sebagai penyelesaian tugas dari mata kuliah Perencanaan Pembelajaran.

1.3 Manfaat Penulisan CBR
1. Agar mengetahui kelebihan dan kelemahan buku.
2. Melatih berfikir kritis.

1.4 Identitas Buku
1. Judul buku : Instructional Design: Case Studies in Communities of Practice
2. Pengarang : Michael J. Keppel
3. Penerbit : Information Science Publishing
4. Kota terbit : New York
5. Tahun terbit : 2008
6. Tebal buku : 427 Halaman


BAB II
RINGKASAN ISI BUKU
2.1 Ringkasan Buku
Bab I: Persepsi Perancang Instruksional tentang Agensi Mereka: Kisah Perubahan dan Komunitas
Perancang instruksional memberikan lebih dari sekadar layanan dalam desain dan pengembangan instruksi; mereka juga bertindak sebagai agen perubahan sosial bab ini mengacu pada kisah-kisah desainer instruksional untuk mengembangkan model agensi perubahan yang mencakup dimensi interpersonal, profesional, institusional, dan sosial. Model ini memberikan panduan untuk pengembangan keterampilan baru dalam desain instruksional, untuk refleksi serius oleh desainer instruksional tentang pengaruh mereka sendiri sebagai agen, dan untuk program pascasarjana dalam desain instruksional untuk mengatasi agensi.
Selain peran penting yang dimainkan oleh desainer instruksional dalam desain dan pengembangan produk dan program instruksional, mereka juga bertindak dalam komunitas praktik sebagai agen dalam mengubah cara perguruan tinggi dan universitas tradisional melaksanakan misi mereka.
Desain instruksional lebih dari sekedar proses teknis atau sistematis; kami berpendapat bahwa ini adalah praktik moral yang mewujudkan "hubungan antara bagaimana kita disuruh bertindak dan bagaimana perasaan kita tentang diri kita ketika kita melakukan atau tidak bertindak seperti itu" (Anderson & Jack, 1991, hlm. 18). Desainer instruksional dengan siapa kami berbicara sering merasa berselisih dengan sistem nilai klien, anggapan mereka tentang pembelajaran, dan bahkan motivasi dari organisasi sponsor. Terkadang desainer instruksional harus memberikan produk yang tidak mereka percayai, dan dalam beberapa kasus mereka bekerja pada proyek yang menyinggung sistem nilai mereka sendiri atau menantang identitas mereka sebagai aktor moral.
Bab II: Menjelajahi Ketegangan dalam Desain Pendidikan dan Instruksional di Universitas-Universitas Australia
Tren terbaru dalam pendidikan tinggi telah membawa dampak penting pada profesi pendidikan desain instruksional. Bab ini menyajikan beberapa tantangan utama yang dihadapi oleh profesi dan mengeksplorasi ketegangan yang timbul ketika praktik saat ini didorong oleh momentum agenda jaminan kualitas, teknologi dan keharusan pembelajaran yang fleksibel, semakin beragamnya keragaman dalam demografi siswa kami dan model pendidikan yang muncul saat ini. praktik desain lintas konteks nasional bab ini juga membahas status profesi saat ini, debat dan tren menuju profesionalisasi dan akreditasi, dan cara di mana perancang dan pengembang beroperasi sebagai komunitas praktik.
Desainer telah merespons tekanan ini dengan mengadaptasi peran mereka, mempelajari keterampilan baru, dan merangkul teknologi. Namun, tekanan-tekanan baru, yang belum sepenuhnya diartikulasikan atau diperdebatkan, mendukung profesi ini. Untuk perancang pendidikan, pertanyaan tentang bagaimana kita terlibat dengan standar praktik mengajar dan belajar, dan bagaimana kita menemukannya dijelaskan dalam lembaga kita sendiri, adalah kuncinya.
Bab III: Strategi dan Heuristik untuk Desainer Instruktur Pemula saat mereka bekerja dengan Para Ahli Konten Fakultas di Lingkungan Universitas
Universitas semakin berharap fakultas untuk mengintegrasikan teknologi dalam pengajaran mereka dan menyampaikan materi pengajaran dengan cara yang inovatif. Tanggung jawab untuk menciptakan instruksi yang ditingkatkan teknologi biasanya jatuh pada fakultas yang ingin menyampaikan instruksi secara lebih efektif dan efisien dan pada siswa yang dipekerjakan atau ditugaskan untuk membantu mereka. Dalam menciptakan produk teknologi instruksional, anggota fakultas biasanya berfungsi sebagai pengembang teknologi.
Mengandalkan desainer instruksional profesional untuk membuat materi ini seringkali tidak mungkin karena kendala anggaran yang dihadapi sebagian besar universitas. Oleh karena itu, tanggung jawab untuk menciptakan instruksi yang ditingkatkan-echnology terutama berada di fakultas yang ingin menyampaikan instruksi secara lebih efektif dan efisien dan pada siswa yang dipekerjakan atau ditugaskan untuk membantu mereka.
Materi pengajaran yang ditingkatkan teknologi yang dikembangkan secara universal dapat berkisar dari sumber online untuk pembelajaran di kelas atau individu (koleksi aset digital, simulasi, tutorial) hingga sistem manajemen pembelajaran yang terintegrasi.
Perencanaan dan Evaluasi dengan ini kami menggambarkan empat fase, empat fase adalah konsep, desain, pengembangan, dan implementasi, dengan tugas-tugas perencanaan dan evaluasi integral untuk setiap fase dan dilakukan secara iteratif.
Fase Konsep: selama fase konsep, tujuan, sasaran, dan hasil yang diinginkan dari suatu proyek menjadi jelas diartikulasikan dalam pengaturan akademik, klien fakultas biasanya datang dengan konsep dan pengembang mahasiswa membantu dalam merinci konsep.
Fase Desain, tim (terutama fakultas dan mahasiswa) mengartikulasikan semua yang mereka dapat tentang produk pembelajaran yang akan diproduksi, cara kerjanya, seperti apa, bagaimana akan dikatakan, bagaimana akan berperilaku, dan bagaimana itu akan berkembang berdasarkan pada anggaran dan jadwal.
Tahap Pengembangan, semua bagian dari proyek diatur dan dibangun sesuai dengan rencana desain. Produk yang sukses bergantung pada keterlibatan aktif semua anggota tim saat mereka menerapkan dan menyempurnakan ide yang diformalkan dalam fase desain.
Tahap Implementasi, penting untuk melihat produk yang digunakan dalam tindakan untuk menentukan apakah tujuan pembelajaran dan pembelajaran telah dipenuhi.
Bab IV Desainer Instruksional di Perbatasan: Perantara Komunitas Praktek Praktik
Perancang instruksional memiliki peran profesional yang unik karena mereka menerapkan pengetahuan dan keterampilan mereka untuk peningkatan pengajaran dan pembelajaran di berbagai disiplin ilmu. Perancang instruksional memiliki potensi yang sangat besar untuk mempengaruhi kebijakan dan praktik institusi universitas, karena mereka memiliki posisi unik dalam institusi tersebut.
Perancang instruksional cenderung menjadi individu yang berorientasi pada proses, untuk menerapkan prinsip-prinsip desain pada berbagai bidang konten yang tidak dikenal untuk meningkatkan pembelajaran dalam menghadapi facae, blended learning, pendidikan jarak jauh, dan lingkungan yang ditingkatkan teknologi. Selain itu, desainer instruksional sering dihadapkan dengan masalah yang tidak terstruktur untuk menyelesaikannya di berbagai tingkatan, dari proyek individu hingga tingkat institusi. Masalah-masalah yang tidak terstruktur ini dapat mencakup masalah-masalah seperti integrasi.
Chapter V A Great Wall of Difference: renungan di Desain instruksional di Kontemporer Cina
Desain instruksional biasanya dilihat sebagai proses untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah instruksional. Namun, untuk desainer yang bekerja pada proyek-proyek pembangunan internasional, “Barat” asumsi desain pembelajaran dapat menimbulkan tantangan tertentu sebagai peserta proyek bekerja sama untuk mencari solusi untuk masalah belajar mengajar. Tantangannya adalah menemukan cara peka budaya untuk menciptakan sumber daya dan memberikan pelatihan bagi individu yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda. Setelah hampir tiga tahun bekerja pada proyek bersama dalam artikel ini, masih ada sejumlah pertanyaan. Misalnya, mengapa ada belum pengembangan komunitas praktek di sekitar desain instruksional dengan anggota proyek? Sebagai tambahan, mengapa tim proyek Kanada mampu mendorong rekan-rekan Cina kami menghargai proses desain instruksional? Makalah ini menawarkan sejumlah renungan dan wawasan tentang bidang desain instruksional dalam konteks Cina.
Smith dan Ragan (2005) menunjukkan bahwa desain instruksional adalah tentang pemecahan masalah, ap- menghujani pengambilan keputusan, dan menemukan solusi untuk sakit-terstruktur masalah. Ini adalah proses yang kompleks, meskipun “pemula kadang-kadang memiliki kesan bahwa melakukan pekerjaan desain adalah 'memotong dan kering' aktivitas” (hlm. 7). Pendekatan kami dalam proyek ini difokuskan pada pengembangan desainer instruksional Cina melalui serangkaian lokakarya pengantar dan kesempatan pengembangan konten yang masuk akal untuk tim proyek kami. Namun, penting untuk pandangan Barat adalah bahwa desain instruksional adalah proses belajar, bukan proses belajar. Pertanyaan lain, ditunjukkan oleh editor, mungkin bahkan lebih mendasar-jika suatu proses, seperti desain instruksional, terbatas atau tidak ada mata uang budaya, harus satu mitra proyek membuat yang lain melakukannya.
Oleh karena itu, tampak bahwa sebelum proyek pembangunan internasional dapat mencoba untuk mengenalkan desain instruksional Duce di tujuan proyek mereka, mereka mungkin perlu untuk meyakinkan rekan-rekan mereka yang:
Mengingat produksi sebelum desain tidak efektif dalam banyak konteks, terutama yang beragam atau sakit terstruktur.
Sakit-terstruktur masalah desain ada dan dapat diselesaikan.
pengembangan konten harus mendukung dan mendorong keragaman (etnis, jenis kelamin, bahasa, keterampilan belajar, mode pengiriman, hasil, dll).
Kebutuhan untuk memperbaiki, memodifikasi, mengadaptasi dan merevisi materi bukan karena kurangnya keahlian atau kelemahan, melainkan bagian dari proses pembelajaran yang dibutuhkan untuk mengembangkan produk yang berkualitas.
Proses dan produk terkait dan, untuk menjadi efisien, salah satu harus tidak memilih produksi produk selama proses desain yang memandu tahap produksi.
Sementara mahal, perubahan dalam proses pengembangan konten yang diperlukan untuk mendukung pendekatan pengajaran baru.

Manajer proyek perlu mengenali sejauh mana dampak konteks proses desain instruksional. Tampaknya sejumlah faktor akan perlu ditangani agar tujuan proyek yang akan dicapai. Faktor-faktor ini meliputi:
Perbedaan dalam berurusan dengan desain konten,
Dampaknya bahwa konteks budaya yang berbeda terhadap penggolongan alur kerja, sehingga berpotensi membatasi akses dan pemahaman berbagai tingkatan dalam hirarki, dan
Pentingnya pengembangan komunitas praktek untuk penandatangan de- instruksional untuk memastikan komunikasi yang jelas, berbagi praktik terbaik dan pelajaran, dan
Mendukung keberlanjutan proses yang efektif dikembangkan setelah proyek selesai.
Tampaknya proyek SCBEWC harus kembali mempertimbangkan dua aspek inti: (1) cara di mana ia telah disajikan proses desain instruksional dan, (2) asumsi bahwa proses mentoring side-by-side akan mendukung pengembangan / komunitas Cina Kanada praktek.
Pertama, proyek harus mengurangi ambiguitas yang dirasakan dari proses, dan menekankan mengapa desain harus mendahului produksi. Misalnya, proyek ini telah mengalami contoh rekan-rekan Cina storyboard konten setelah itu telah diproduksi. Proyek ini juga memiliki situasi yang berpengalaman di mana konten Cina dikembangkan di pusat-pusat perkotaan digunakan di sekolah-sekolah pedesaan kecil tanpa mengetahui konteks di mana konten itu digunakan. inkonsistensi ini dalam praktek dan proses adalah realitas alur kerja desain proyek yang ada.
Kedua, karena menghormati jenis kelamin, minoritas, dan isu-isu bahasa adalah jantung dari desain proyek SCBEWC, tampak bahwa manajemen proyek harus terus membangun apresiasi di antara rekan-rekan Cina untuk penilaian kebutuhan sebagai bagian dari proses produksi. Seperti rekan-rekan Cina mulai mempertimbangkan pengembangan konten untuk audiens neous kurang homoge- (pedesaan, guru minoritas), proyek harus membangun pemahaman tentang bagaimana sebuah kebutuhan dan tugas penilaian akan menjamin konten yang bernilai kepada pengguna akhir. Evaluasi baru saja menyelesaikan Kursus 1, DE harus membantu untuk memperkuat aspek ini sebagai proyek sekarang memiliki contoh nyata dari setiap langkah dalam proses desain instruksional untuk menggambarkan aplikasi praktis mereka.
Ketiga, tim manajemen proyek harus mengakui bahwa semua peserta dari tim desain, tidak memiliki akses ke informasi yang sama. Tidak ada tradisi-pertanyaan penempatannya pekerjaan dan praktek yang dianggap di atas atau di bawah posisi seseorang dalam organisasi. Di Kanada, mempertanyakan semua aspek praktek dan produk yang melekat dalam proses desain instruksional. Mampu mempertanyakan adalah inti untuk bagian awal dari penilaian kebutuhan dan tahap analisis konteks pekerjaan. Menentukan bagaimana cara terbaik untuk melanjutkan pengembangan konten dan pengembangan kapasitas akan menjadi tantangan bagi proyek di masa depan.

Bab VI Sebuah Berkembang Model Kolaborasi Komunitas Selama Pembangunan E-Learning Resources: Implikasi untuk Papua Nugini

Bagi banyak dosen dalam komunitas akademis, meningkatnya penekanan pada penggunaan ICT untuk penelitian dan pengajaran dapat mengancam, tapi ketakutan ini dapat mereda jika guru besar pengembangan professional adalah mendukung dan berkelanjutan, dan disediakan dalam cara yang fleksibel, tepat dan mudah beradaptasi. Hal ini sangat relevan di lembaga-lembaga di negara-negara berkembang di mana meningkatnya ketersediaan teknologi e-learning merupakan tantangan para ahli ICT dan pelatih dalam membantu dan mendukung dosen dalam beradaptasi dengan penggunaan teknologi tersebut dalam mengajar / lingkungan belajar. Bab ini berfokus pada hasil dua studi kasus dan menggambarkan peran bahwa dua desainer instruksional (ID) bermain dalam memfasilitasi pengembangan profesional dosen yang membangun e-learning lingkungan. Temuan menunjukkan bahwa dosen diperlukan dukungan yang berkelanjutan, saran dan bantuan teknis untuk jangka waktu. Penelitian ini telah memungkinkan para peneliti untuk mengembangkan model kolaborasi tim untuk perencanaan dan perancangan sumber e-learning yang akan diujicobakan.
ID difokuskan pada praktek pengajaran yang terbaik dan tujuan mereka adalah untuk membantu dosen “... memenuhi kebutuhan siswa menggunakan alat yang paling tepat dan efektif, sumber daya dan strategi yang tersedia ...”. Idealnya mereka memiliki pengalaman dan keahlian untuk membantu dosen dalam mengembangkan kursus online, yang mereka percaya akan mempromosikan hasil pembelajaran yang berkualitas dan untuk memberikan “... dukungan dan saran dalam desain, pengembangan dan penggunaan media elektronik dan cetak yang digunakan untuk belajar mengajar”.
Dalam memenuhi persyaratan peran ini, ID menghadapi tantangan dari akademisi, yang membawa ke diskusi keyakinan mereka masing-masing tentang apa yang mereka ingin siswa mereka untuk mengalami dalam mata pelajaran online mereka. tantangan seperti ini membutuhkan ID untuk memahami ini tives perspec- berbeda dan pendekatan pedagogis alternatif, dan berhubungan ini dengan nilai-nilai dan pengetahuan diharapkan dalam subjek. Dosen tahu apa yang mereka inginkan siswa untuk belajar dalam lingkungan online mereka, tetapi tantangan bagi desainer instruksional adalah untuk mengembangkan hubungan kerja yang baik. hubungan harus memungkinkan komunikasi bebas dan pengembangan saling pengertian peran dan harapan mereka. Tim pengembangan bekerja sebagai komunitas praktek selama proses desain. kerjasama tim adalah yang terpenting dalam menciptakan efektif, kualitas yang lebih baik dan menarik e-learning lingkungan. Ini berkembang sebagai akibat dari input bahwa anggota buat untuk komunitas mereka praktek.
Pengembangan e-learning sumber adalah pengalaman baru bagi banyak dosen, dan merupakan salah satu yang menuntut persiapan yang hati-hati. Hal ini menyajikan tantangan untuk akademisi yang sudah sibuk dengan kuliah, penelitian dan tugas-tugas administratif. Dalam setiap kasus dalam penelitian ini para dosen membutuhkan dukungan yang berkelanjutan, saran dan bantuan teknis dari pemimpin masyarakat (perancang instruksional) untuk waktu yang lama. Selama proses ini keterampilan dosen secara bertahap meningkat dari tingkat yang sangat dasar untuk menggunakan teknik yang lebih maju karena mereka memperoleh kepercayaan dalam penggunaan ICT. Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang menekankan kebutuhan bagi anggota masyarakat untuk berkolaborasi dan berbagi ide, pengetahuan, keahlian dan keterampilan untuk merencanakan dan desain yang efektif dan bermakna e-learning lingkungan.
Strategi yang efektif untuk desainer instruksional untuk fol- rendah harus mencakup ide-ide berikut:
Menjelaskan agenda pertemuan untuk membantu dosen dalam memahami apa yang akan jelaskan
Pilih contoh yang tepat sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan;
Mendorong pertanyaan selama pertemuan (s) dan menghasilkan diskusi;
Memungkinkan dosen untuk mengekspresikan ide dan opini;
Melibatkan para ahli ID / TIK lainnya dalam proses desain

Bab VII Instructional Design, Pengembangan, dan Konteks Keahlian:Sebuah Model untuk “Cross Budaya”Kolaborasi
Karya desainer instruksional dalam konteks pendidikan tinggi saat ini adalah bagian dari proses yang kompleks yang melintasi berbagai hubungan profesional dan praktek masyarakat. Keterampilan profesional yang diperlukan mencakup kemampuan untuk mengoperasikan dan berkomunikasi secara efektif di seluruh budaya ini profesional yang berbeda. Istilah “budaya” digunakan dalam cara baru untuk mencerminkan “suku akademik” konsep dijelaskan dalam literatur, dan untuk menyoroti kompleksitas hubungan dalam tim yang sering sementara bekerja. Bab ini menyajikan model yang menempatkan peran desainer instruksional dalam proses desain pendidikan dan pengembangan. Model ini berasal dari pengalaman bertahun-tahun mengelola tim pengembangan ukuran dan komposisi yang berbeda.
Tahap Satu: Konsultasi Awal
Pada fase ini klien bertemu dengan anggota yang ditunjuk dari pengembangan tim-biasanya desainer instruksional dan pengembang pendidikan. Tujuannya adalah untuk menentukan “titik masuk,” yaitu, untuk mengidentifikasi mana klien berada dalam kaitannya dengan proses secara keseluruhan, dan jenis dukungan yang dibutuhkan.
Tahap Dua: Pengembangan Kurikulum
Fase ini berfokus pada pengembangan kurikulum, termasuk tujuan pembelajaran, lulusan di- upeti, penilaian dan pendekatan untuk mengajar dan belajar. Ini terutama akan melibatkan pengembang pendidikan dalam konsultasi dengan klien.
Tahap Tiga: Identifikasi dan Desain Pengalaman Belajar
Fase ini melibatkan anggota tim pengembangan dan klien dalam diskusi dan desain kegiatan belajar dan lingkungan belajar secara keseluruhan. Ini mencakup desain kegiatan tatap muka, kegiatan mahasiswa diarahkan, dan kegiatan untuk dimasukkan dalam sumber daya yang mungkin dikembangkan atau diperoleh. Fase ini mengacu pada keahlian profesional dan pengalaman masing-masing anggota membawa kepada tim, dengan tujuan merancang pengalaman belajar yang efektif bagi siswa, dan perhatian yang menyeluruh untuk kualitas hasil pendidikan (s).
Tahap Empat: Pengembangan Sumber Daya
Fase ini merupakan komitmen utama dari desainer instruksional dan pengembangan sumber daya-termasuk tim penerbit desktop desainer grafis, ers multimedia produc-, dan / atau programmer. Tanda-off dari dokumen lingkup adalah bagian pertama, dan penyelesaian sumber daya adalah bagian terakhir dari fase ini. Sign-off untuk tonggak dan langkah-langkah perantara lainnya, seperti grafis gaya / antarmuka sign-off, juga fitur kunci.
Tahap Lima: Proyek Debrief
Fase ini melibatkan anggota yang tepat dari tim pengembangan dan klien meninjau hasil dan efektivitas proyek dan proses. Hal ini dapat dilakukan sebagai proses terpisah, sebagai menanyai tim biasanya tidak termasuk klien, yang umpan balik dicari secara independen.
Tahap Enam: Evaluasi
metode evaluasi mungkin termasuk teknik kualitatif dan / atau kuantitatif yang tersedia dan dapat diakses dalam studi kasus kerangka-teknik seperti mahasiswa be- haviour dan kinerja analisis, observasi, survei, wawancara dan data sistem log.
Bab VIII Desain pendidikan di Southern Cross University Australia: Studi kasus
Studi kasus ini memberikan gambaran tentang praktek desain pendidikan di universitas Australia daerah yang relatif kecil dengan profil unik yang sangat terdistribusi, peserta didik dewasa-tua, dan mandat khusus mengenai siswa dan daerah di mana itu adalah lo- berdedikasi. Dalam sejarahnya 15 tahun di Southern Cross University, praktek desain pendidikan telah dibentuk secara signifikan oleh konteksnya, dan telah berkembang terus menerus untuk memenuhi perubahan kebutuhan universitas dan profil mahasiswanya. Ini grafik studi kasus desain pendidikan evolusi selama 15 tahun, dampak pembelajaran online pada peran dan praktek, saat ini kelembagaan “jejak” dari para desainer pendidikan, konvergensi peran dengan pengembangan staf akademik, dan agenda penelitian saat ini.
Desain pendidikan di Southern Cross University dibentuk oleh konteksnya, terutama universitas ukuran dan mahasiswa demografi. sejarah dan evolusi terkait erat dengan evolusi universitas sebagai penyedia pendidikan jarak jauh Australia regional. Secara bersama-sama, masalah ini telah berdampak signifikan pada fokus desain pendidikan, termasuk dida- lamnya lokasinya sentral, peran beragam dalam universitas, dan agenda penelitian.
Salah satu elemen yang lebih khas dari desain pendidikan di Southern Cross, bila dibandingkan dengan universitas lain di sektor Australia, adalah konvergensi dari peran dengan pengembangan staf akademik. merger ini telah menjadi salah satu menyeluruh sukses karena dasar teoritis bersama didukung oleh staf di dua peran, serta pendekatan pembangunan staf sangat praktis yang selalu diadopsi oleh penandatangan de- pendidikan. Merger ini adalah salah satu yang telah dianut oleh semua, karena telah menawarkan keragaman yang lebih besar dari tugas, kepuasan kerja yang lebih besar dan kemampuan untuk digunakan lebih fleksibel sesuai dengan kebutuhan universitas.
Jalur model dengan pendekatan gabungan yang kini mencapai pengakuan di sektor ini lebih luas melalui sedang dipamerkan di Australia Universitas Badan Kualitas “Baik Praktek Database” (Southern Cross University, 2004) dan dengan demikian merangsang minat dari dalam Australia dan luar negeri. Sebagai, universitas inovatif kecil, kapasitas fleksibel staf desain pendidikan yang dipandang sebagai penting jika itu adalah untuk memenuhi ambisi belajar mengajar yang selama 10 tahun ke depan dan menjaga kehormatan dalam sektor pendidikan tinggi.
Bab IX Mengubah Peran Desainer Instruksional dalam Implementasi Blended Learning di Universitas Australia
Bab ini menyajikan studi kasus yang mencerminkan pada pendekatan perubahan desainer instruksional di universitas Australia. Perancang pindah dari satu-ke-satu interaksi dengan para ahli materi pelajaran dalam desain program pembelajaran jarak jauh berbasis cetak tradisional untuk mengadopsi kerangka pedagogis yang memandu penggunaan teknologi dalam proses desain hybrid dan mendorong para ahli materi pelajaran untuk merancang program mereka dengan cara yang menekankan apa Wenger (2005) menyebut “horizontalisation” belajar. Para ahli subjek didorong untuk mengalami beberapa manfaat dari komunitas (CoP) pendekatan praktek untuk diri mereka sendiri. Studi ini kontras pendekatan tradisional untuk merancang dengan kerangka yang digunakan di sini, di mana prinsip-prinsip konstruktivis sosial belajar yang ditawarkan kepada ahli materi pelajaran dengan cara yang segera menarik dan bermanfaat bagi mereka. Bab ini menyajikan evaluasi ahli subjek dari efektivitas pendekatan dijelaskan.
Dalam studi kasus yang dilaporkan di sini kerangka itu digunakan sebagai titik awal untuk diskusi antara desainer instruksional, yang mendukung program desain ulang, dan para pemimpin saja. Sebuah instruksional pertanyaan desain yang menarik untuk studi lebih lanjut adalah apakah pekerjaan frame- ini mungkin dikembangkan menjadi alatdesain yang lebih komprehensif, di mana isu-isu pendidikan seperti tingkat studi dan pengetahuan prasyarat, serta teknik pedagogis lebih halus, mungkin ditangani. Saat efektivitas utamanya mungkin berasal dari kesederhanaan awal dan jika itu harus dijabarkan menjadi kendaraan desain yang lebih rinci maka ini kesederhanaan tingkat atas harus dilindungi.
Hampir tidak ada pemimpin saja di mana saja di pendidikan tinggi yang tidak setidaknya mempertimbangkan apakah ketentuan mereka mungkin ditingkatkan dengan pengenalan teknologi dalam beberapa bentuk. Namun demikian, Zemsky dan Massy (2004) menunjukkan bahwa siklus inovasi e-learning telah terhenti di inovator dan awal adopter tahap. Sebuah komunitas pendekatan praktek dibangun di atas keahlian pribadi dan disiplin dan menginformasikan dan menopang proses perubahan. Ini menyediakan lingkungan untuk berbagi pengetahuan dan bangunan, bertukar ide-ide baru dan menjelajahi inovasi yang didasarkan pada praktek, sementara didukung oleh komunitas yang berpikiran rekan-rekan. Studi kasus dilaporkan di sini telah difokuskan pada aspek relatif diabaikan tetapi penting dari penerapan teknologi dalam belajar dan mengajar: proses dimana para guru sendiri datang untuk mengambil kepemilikan peningkatan teknologi. Adalah penting bahwa para guru merefleksikan pembelajaran mereka sendiri, dan menerima bahwa mengambil tanggung jawab untuk hasil belajar dalam konteks komunitas yang lebih luas dari peserta didik adalah kunci baik bagi dirinya dan bagi siswa mereka. Ini adalah aspek penting yang masuk ke jantung dari proses desain dalam pendidikan tinggi
Bab X Memberikan Keahlian Online Stephen Quinton, Universitas Teknologi Curtin, Australia
Web dapat memfasilitasi akses ke lingkungan belajar yang sangat efektif yang mempromosikan tiga atribut penting dari komunitas pembelajaran online yang produktif: konstruksi aktif pengetahuan; hubungan interpersonal yang positif; dan interaktivitas diskursif yang kaya. Sebagai contoh, didokumentasikan dengan baik, bahwa dalam ruang kelas tatap muka kolaboratif, pelajar berbagi ide dan menguraikan informasi baru ketika mereka secara aktif terlibat dalam mendukung satu sama lain untuk mengembangkan keterampilan yang diperlukan untuk menerapkan strategi berpikir tingkat tinggi, membentuk hipotesis baru , dan renungkan apa yang mereka pelajari. Pentingnya memberikan peluang untuk komunikasi, partisipasi dan interaksi di lingkungan Web untuk mendukung pengembangan kognitif juga didokumentasikan dengan baik (McCracken, 2004). Dosen yang memahami cara memperoleh dan mengelola dinamika sosial online yang positif diperlengkapi dengan baik untuk mendorong kegiatan pengembangan pengetahuan kreatif yang memperluas kesempatan belajar dan membangun fondasi baru di mana struktur komunal yang lebih rumit akan muncul (Woods & Ebersole, 2003). Selain itu, komunitas pembelajaran online memberikan siswa kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan belajar mandiri yang efektif. Dengan demikian, penyediaan dukungan akademik sangat penting untuk memastikan lingkungan pembelajaran elektronik inklusif, mudah diakses, instruktif, dan responsif terhadap perubahan staf dan kebutuhan siswa.
Meningkatkan Keahlian Online Staf
Alat yang digunakan oleh akademisi harus:
- Mudah dipahami,
- Mudah digunakan (intuitif),
- Tersedia sesuai permintaan.
Selain itu, desain dan praktik penyampaian pendidikan harus responsif terhadap tantangan global yang muncul sebagaimana diindikasikan oleh:
1. Meningkatkan kompetisi untuk kursus dan siswa,
2. Menipisnya batasan karena faktor waktu dan ruang,
3. Perubahan dalam sifat karya intelektual yang dihasilkan dari kemajuan dalam TIK,
4. Mempercepat laju perkembangan pengetahuan,
5. Fokus yang semakin meningkat pada pengetahuan, manajemen informasi dan pemikiran kreatif untuk keuntungan ekonomi,
6. Menurunnya kebutuhan akan penyimpanan informasi dan peningkatan nilai dalam pengetahuan individu dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menerapkan / meningkatkan pengetahuan itu.
Akibatnya, ada kebutuhan untuk mengenali saling ketergantungan penting antara cara pendidikan tinggi diatur dan cara pembelajaran dikerahkan khususnya mengingat peran TIK sedang mengalami perubahan dramatis di beberapa bidang utama:
1. Teknologi informasi telah menjadi pusat untuk menentukan perubahan strategis dalam pendidikan tinggi,
2. Kapasitas untuk memberikan pembelajaran "fleksibel" yang asli dengan cepat menjadi prioritas (dan realitas),
Perangkat keras dan lunak bukan lagi satu-satunya faktor yang memengaruhi teknologi yang dipilih harus mendukung integritas pendidikan dan pedagogis.

Bab XI Menjembatani Desainer Instruktur dan Dosen dalam Pendidikan Teknologi: Kerangka Kerja untuk Menumbuhkan Komunitas Praktek
Perancang instruksional melatih ET Champions dalam prinsip-prinsip menciptakan objek pembelajaran yang kemudian kembali ke perguruan tinggi masing-masing untuk bekerja dengan dosen lain. ET Champions berkembang melalui lima tahap, yang meliputi keanggotaan periferal, sah, inti, strategis, dan transformasional. Masing-masing membutuhkan dukungan dan bimbingan dalam komunitas.
Divisi Desain dan Teknologi Pendidikan (EDT), didedikasikan untuk merealisasikan visi ini. Seperti lembaga pendidikan lain yang telah memulai perjalanan ini, langkah pertama adalah merekrut staf teknologi pendidikan inti untuk membantu dalam mengimplementasikan visi ini. Staf ini termasuk desainer instruksional, desainer multimedia dan programmer multimedia dan mereka diharapkan untuk memberikan kepemimpinan dalam aplikasi dan integrasi teknologi pendidikan ke dalam pengajaran dan pembelajaran.
Penting untuk mengartikulasikan visi kami sebelum memeriksa proses implementasi kami.  Pertama, manajemen kami percaya bahwa kami membutuhkan sekelompok dosen inti untuk mendukung akademi pembelajaran dan untuk memastikan keberlanjutan upaya. Kedua, sebagai hasil dari kepercayaan ini, tanggung jawab utama 'desainer instruksional' adalah untuk memimpin dan membimbing staf akademik dalam desain dan pengembangan pembelajaran yang kaya mediabenda; danpengembangan kapabilitas teknologi pendidikan inti di tingkat perguruan tinggi yang akan membantu mendukung dan mempertahankan upaya transformasi. Ketiga, untuk memenuhi dua tanggung jawab ini, upaya sadar dilakukan untuk menumbuhkan komunitas pemimpin teknologi pendidikan (ET), yang terdiri dari para profesional desain instruksional di EDT dan dosen terpilih (yang kami sebut ET Champions) dari koleganya.


Bab XII Komunitas Desainer: Mengembangkan Basis Pengetahuan tentang Strategi, Alat, dan Pengalaman
Ini meneliti studi kasus dari sebuah proyek yang menggambarkan perubahan dalam konteks desain dalam kaitannya dengan jenis proyek (CD-ROM, berbasis web, sistem manajemen pembelajaran) dan membahas tren ini melalui mata dua desainer. Ini juga membahas tren dari proyek mandiri besar ke "objek pembelajaran." Jaringan ini meneliti tren ini dalam kaitannya dengan sejumlah strategi yang mendukung komunitas desain pembelajaran dan pekerjaannya.
Faktor-Faktor Mengenai Sifat Proyek
Tujuan
Tujuan utama dari proyek ini adalah untuk membantu pengguna memahami sejarah dan politik perdagangan kolonial Eropa dengan Asia Tenggara.
Lingkup dan Ukuran Proyek
Awalnya game ini dirancang untuk mensimulasikan perdagangan selama satu musim di satu kapal. Lebih lanjut dari permainan memeriksa perdagangan selama beberapa musim untuk mensimulasikan karir yang sedang berlangsung dari seorang karyawan di Perusahaan India Timur Belanda. Konten tersebut termasuk data historis tentang pembelian dan penjualan komoditas di Asia Tenggara abad ke-17, bank besar gambar bersejarah termasuk etsa dan peta, dan berbagai gambar model 3-D yang digerakkan ke dalam adegan, seperti berlayar di laut lepas dan bajak laut pertempuran. Sifat materi yang sangat visual dianggap penting untuk keterlibatan pengguna dengan simulasi. Tim produksi perlu mempertahankan fokus pada kebutuhan pendidikan pengguna dalam konteks konten historis yang kaya.
Bab XIII Ketentuan Keterlibatan: Studi Kasus Desainer Instruksionaldi Fakultas Hukum
Pada bab ini telah mencoba menjelaskan "kehidupan" dan berfungsinya unit desain instruksional kecil dalam Fakultas Hukum satu universitas besar. Cerita dimulai dari pengakuan akan pentingnya desain instruksional berbasis disiplin, yang mengarah pada pembentukan unit desain instruksional.
Manfaat dari pendekatan berbasis disiplin untuk mengajar di pendidikan tinggi termasuk:
- pembentukan komunitas guru hokum
- penggabungan langsung dari beberapa tugas penilaian ke dalam lokasi pengajaran mereka sendiri
- mendapatkan kualifikasi formal, atau penyediaan hubungan jangka panjang dengan fakultasstaf dengan para desainer.
Bab XIV Memperkenalkan E-Learning di Konteks Cina Tradisional
Bab ini menjelaskan upaya untuk memperkenalkan e-learning kepada sekelompok pendidik guru bahasa dalam konteks tradisional Cina. Ini melaporkan strategi yang diadopsi dalam proyek pengembangan pengajaran satu tahun, tanggapan peserta, desain instruksional khas yang dihasilkan dan penyebab untuk inovasi-keputusan. Ini berpendapat bahwa bahkan dalam konteks dengan tradisi transmisi yang kuat, anggota biasa masih dapat berfungsi sebagai "agen perubahan" dalam menyebarluaskan inovasi pengajaran dan mengembangkan komunitas pembelajaran yang terfokus. Dengan mengungkap proses dan hasil dari upaya tersebut, penulis berharap bahwa praktisi lain dapat terus mengeksplorasi cara-cara yang layak untuk merangsang pembelajaran aktif baik pada guru maupun siswa. Pelajaran yang dipetik dari penelitian ini juga memungkinkan desainer instruksional untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana mempromosikan pekerjaan mereka dalam konteks budaya yang sama
Latar Belakang
Peran TIK telah menjadi menonjol di sebagian besar sektor pendidikan karena meningkatkan akses dan fleksibilitas bagi pelajar dan guru. Tinjauan literatur menunjukkan bahwa TIK dapat memfasilitasi pembelajaran aktif, memberikan pengalaman yang bermakna dan mempromosikan pembelajaran seumur hidup (Damoense, 2003; Grabe & Grabe, 2004). Dengan menggabungkan pembelajaran online dengan tatap muka
Pendekatan
Dalam beberapa tahun terakhir, sistem manajemen e-learning yang dirancang lebih baik dan ramah pengguna telah membantu pengajaran dan pembelajaran online. Untuk mengoptimalkan efektivitas pembelajaran melalui teknologi, Institut Pendidikan Hong Kong (HKIEd) meluncurkan sistem online (Blackboard) di kampus pada tahun 2003. Melalui kesempatan inilah penulis belajar tentang nilai mengadopsi TIK dalam mendorong pembelajaran yang mendalam. Sejak itu, e-learning telah menjadi bagian integral dari kegiatan mengajar penulis. Namun demikian, perubahan serupa tidak terjadi secara otomatis di modul lain yang diajarkan di kampus yang sama. Secara khusus, karena sebagian besar teknologi baru pertama kali diluncurkan dalam bahasa Inggris, pengajaran dan pembelajaran bahasa Cina dan mata pelajaran terkait dianggap sebagai domain konservatif di mana teknologi paling tidak relevan.
BAB 15 Menjelajahi Nardoo: Merancang Pengalaman Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Siswa Sekolah Menengah
Bab ini membahas bagaimana perancang instruksional bekerja sama dalam tim untuk menyelesaikan masalah. Ini meneliti kelebihan dan kekurangan dari pendekatan tim untuk desain pembelajaran. Desain instruksional sering kali merupakan proses di mana seorang desainer individu bekerja sama dengan ahli materi pelajaran untuk mengumpulkan dan menyesuaikan konten untuk pengembangan bahan ajar. Relatif, sedikit perhatian telah diberikan pada pertanyaan tentang bagaimana tim perancang pembelajaran bekerja bersama. Sebagai contoh, apa yang terjadi ketika perancang instruksional bekerja dalam tim untuk menyelesaikan masalah, dan apa kelebihan dan kekurangan pendekatan tim terhadap desain instruksional?
Kasus ini akan mengeksplorasi bagaimana tim desainer instruksional bekerja bersama untuk menciptakan Exploring the Nardoo, sebuah CD-ROM pemenang multi-penghargaan yang dikembangkan oleh Laboratorium Media Pendidikan (emLab) Universitas Wollongong. Kasus ini menjelaskan masalah-masalah utama yang terkait dengan desain dan pengembangan paket dari perspektif unit media berbasis fakultas, yang didirikan dengan penekanan kuat pada memajukan penelitian melalui inovasi dalam desain. Kasus ini didasarkan pada penelitian utama yang luas oleh penulis, yang pada awalnya dilakukan untuk mengembangkan kasus online untuk siswa dalam program pascasarjana di Universitas Wollongong. Data dikumpulkan dan dianalisis untuk mengembangkan kasus ini termasuk wawancara dengan empat perancang instruksional dalam tim, dokumen kearsipan, dan makalah penelitian.
Kasus ini menawarkan perspektif unik dari proyek terkenal ini dengan mengungkapkan pengalaman para desainer, yang memberikan pandangan di belakang layar tentang negosiasi dan keputusan yang dibuat selama pengembangan proyek.Kasus ini mengatur pengalaman-pengalaman ini dalam situasi kehidupan nyata proyek, dan menggambarkan strategi yang digunakan para perancang untuk mengatasi masalah dan bagaimana ini mengarah pada solusi yang dipilih.Kasus ini juga menggambarkan prinsip-prinsip yang dapat diturunkan dari pengalaman-pengalaman ini dan "pelajaran yang dipetik" oleh para perancang pembelajaran ini. Ini akan memberikan wawasan untuk desainer instruksional lain yang bergulat dengan masalah atau situasi yang serupa. Kasus ini juga mengeksplorasi konsep “komunitas praktik” dari perspektif yang berbeda dengan mempertimbangkan komunitas praktik yang dibuat oleh tim proyek dan pengaruh komunitas praktik eksternal yang dengannya anggota tim mengidentifikasi.
Pada dasarnya, konsep “komunitas praktik” mengundang cara-cara alternatif untuk berpikir tentang bagaimana pengetahuan dibagikan dan diciptakan oleh kelompok orang.Komunitas praktik ada dalam berbagai bentuk, dan dapat bersifat formal atau informal dalam keanggotaan dan sarana interaksi mereka.Karakteristik utama adalah bahwa "orang-orang dalam komunitas praktik berbagi pengalaman dan pengetahuan mereka dengan cara-cara kreatif yang mengalir bebas yang menumbuhkan pendekatan baru untuk masalah" (Wenger & Snyder, 2000, hal. 140).Beberapa komunitas ada untuk waktu yang terbatas, misalnya untuk menyelesaikan masalah tertentu. Komunitas lain lebih gigih, mungkin terbentuk karena kepentingan bersama atau keprihatinan anggota mereka. Semua komunitas praktik didukung oleh kepercayaan, praktik, dan asumsi yang sama, banyak di antaranya tersirat (Barab & Duffy, 2000).
Komunitas praktik juga relevan untuk memahami bagaimana perancang pembelajaran bekerja. Desain instruksional sering terjadi dalam konteks tim; ini terutama terjadi untuk proyek-proyek besar dan yang memerlukan input teknis dan produksi khusus. Upaya kolektif yang diperlukan melibatkan desainer instruksional yang bekerja dengan para ahli materi pelajaran, desainer grafis, programmer dan spesialis audio-visual. Ini biasanya memerlukan kolaborasi antara anggota tim dari organisasi yang berbeda, atau dari kelompok yang berbeda dalam suatu organisasi. Sementara tim-tim semacam itu dapat dibentuk secara formal oleh manajemen, mereka sering kali memiliki permulaan yang lebih informal ketika anggota dikumpulkan karena keahlian dan ketersediaan mereka.Wenger dan Snyder (2000) mengemukakan bahwa pengelompokan seperti itu lebih cenderung menjadi komunitas praktik.Tim proyek ini menjadi komunitas praktik.
Dasar untuk desain Exploring the Nardoo didukung oleh dua prinsip utama:
(1) bahwa paket tersebut akan mendukung pembelajaran melalui pengaturan informasi dan kegiatan dalam konteks yang relevan
(2) bahwa pembelajaran akan didorong oleh eksplorasi dan pemecahan masalah.
Yang pertama dari prinsip-prinsip ini diterapkan melalui cara informasi disusun dan disajikan dalam paket. Menggambar pada konsep "lanskap informasi" (Florin, 1990), paket ini berpusat di sekitar daerah tangkapan air daratan.Daerah tangkapan air disajikan melalui empat periode waktu, mulai dari lingkungan yang murni hingga saat ini, dan di empat wilayah sepanjang sungai.Prinsip desain utama keduabahwa pembelajaran harus didorong oleh eksplorasi dan penyelesaian masalah diintegrasikan melalui serangkaian investigasi pengelolaan air, yang terkait dengan peristiwa alam dan dampak manusia.Investigasi ini didukung tidak hanya oleh informasi yang tersedia melalui lanskap, tetapi juga melalui sejumlah alat dan strategi pendukung.
Bab 16 :Kolaborasi Multi-Disiplin untuk Mengungkap Pengetahuan Ahli: Merancang untuk Efektif Interaksi Manusia-Komputer
Bab ini memperkenalkan manajemen proyek sebagai alat penting yang mendukung keberhasilan desain sistem informasi.Ini berpendapat bahwa kekuatan dimensi manusia dari interaksi manusia-komputer (HCI) sering dihilangkan oleh perancang sistem. Itu membahas beberapa masalah yang muncul ketika berhadapan dengan tim proyek multi-disiplin. Ini termasuk berurusan dengan konteks pembelajaran non-konvensional, tantangan merancang desain pembelajaran yang sesuai dan arsitektur pembelajaran. Lebih lanjut, penulis berharap bahwa memahami prinsip-prinsip yang mendasari manajemen konflik yang efektif di seluruh proses perancanga/n sistem akan memberi tahu orang lain tentang metodologi komunikasi yang lebih baik untuk menangani perilaku yang sulit ketika merancang sistem informasi. Diharapkan juga bahwa diskusi ini akan membantu dalam memahami hubungan yang rumit dan interaktif yang muncul antara berbagai elemen HCI.
Proses merancang sistem informasi terkomputerisasi melibatkan banyak jenis teknik desain yang berbeda. Perancang instruksional memainkan peran penting dalam desain antarmuka yang berpusat pada pengguna, menangkap dan merancang konten pembelajaran yang tepat dan pemilihan media.Tujuan khusus bab ini adalah untuk mengungkapkan perlunya memanfaatkan prinsip-prinsip desain instruksional untuk mengambil pendekatan berbutir halus agar sesuai dengan konteks pembelajaran dengan kebutuhan pengguna target. Aksioma umum bahwa pendekatan satu-ukuran-untuk-semua untuk strategi pengajaran dapat diadopsi untuk sistem pengembangan informasi / keterampilan, tidak tepat ketika mencari cara untuk mendorong pengangguran jangka panjang kembali bekerja.
Komunikasi multidisiplin yang efektif membutuhkan pemahaman tentang budaya yang berbeda dalam setiap disiplin. Prinsip panduan adalah:
Persiapkan diri Anda untuk mencari tahu tentang berbagai disiplin ilmu
Mengenali dan menghadapi ketakutan dan kekhawatiran
Kenali perbedaan antara disiplin Anda sendiri dan mereka yang berasal dari berbagai disiplin ilmu
Kenali perbedaan di antara anggota dari berbagai disiplin ilmu — hindari stereotip
Mengakui makna yang berbeda dalam komunikasi verbal, non-verbal dan e-komunikasi
Ikuti aturan dan kebiasaan budaya sesuai dengan disiplin masing-masing (Martin & Hess, 2004).
Mengambil pendekatan pintas untuk manajemen proyek / desain pembelajaran tidak berfungsi. Salah satu tantangan bagi perancang instruksional adalah untuk mengartikulasikan prinsip-prinsip desain instruksional kepada semua anggota tim proyek sepanjang umur proyek. Ketika menyesuaikan lingkungan belajar yang tidak memiliki kerangka kerja desain instruksional yang jelas, masalah-masalah bermasalah yang muncul di sepanjang jalan dapat mencerminkan reinvention terus-menerus dari roda manajemen proyek! Bahkan dengan niat terbaik, keahlian pengembangan sistem informasi, integritas profesional, dan perjanjian hukum untuk memastikan persyaratan pengembang / klien terpenuhi, pelaksanaan proyek masih tetap tidak efektif.Perancang instruksional memainkan peran penting dalam desain antarmuka yang berpusat pada pengguna, mengembangkan konten pembelajaran yang tepat dan pemilihan media. Tujuan khusus dari bab ini berfokus pada perlunya memeriksa prinsip-prinsip desain pembelajaran untuk mencocokkan desain pembelajaran dengan kebutuhan pengguna target.
Untuk menawarkan opsi baru untuk desain courseware yang dimediasi web, bab ini menyajikan contoh perancangan aplikasi HCI yang melibatkan teknologi informasi dan komunikasi sebagai sarana pengiriman. Esensi dari karya ini mencerminkan pentingnya hubungan yang saling berhubungan di antara berbagai komponen HCI sebagaimana diidentifikasi oleh Preece (2002).Sehubungan dengan cara-cara di mana variabel-variabel ini membentuk hubungan dependen, pelajaran yang dipetik dari proyek ini dapat memberikan pengetahuan pengalaman yang berharga untuk menginformasikan kerangka kerja desain instruksional yang efektif yang berlaku untuk desain sistem pendidikan.
Bab 17 :ActiveHealth: Meningkatkan Komunitas Pendidik Fisik dan Kesehatan Melalui Teknologi Online.
Bab ini mengeksplorasi perspektif tim desain instruksional yang merancang dan mengembangkan lingkungan online untuk memfasilitasi komunitas praktik pendidik fisik dan kesehatan Australia. Tujuan dari tim desain multidisiplin adalah untuk menentukan kegiatan dan teknologi pendukung apa yang akan membantu memperkuat anggota senior dan menginisiasi anggota pemula untuk komunitas yang sudah mapan ini. Bab ini menjelaskan komunitas dan tantangan khusus yang dihadapinya; merinci proses desain, pengembangan, dan implementasi untuk lingkungan dan aktivitas online; mengidentifikasi masalah yang ditangani selama proses desain dan implementasi; dan, menganalisis pengalaman implementasi awal. Bab ini menjelaskan komunitas dan tantangan khusus yang dihadapinya; merinci proses desain, pengembangan, dan implementasi untuk lingkungan dan aktivitas online; mengidentifikasi masalah yang ditangani selama proses desain dan implementasi; menganalisis pengalaman implementasi awal; dan, menentukan tahap pengembangan masyarakat selanjutnya.
Kegiatan tatap muka kolaboratif termasuk:
Lokakarya pengembangan profesional guru tentang:
mencari di Internet untuk situs Web yang relevan dengan kurikulum;
mengintegrasikan sumber daya Web ke dalam kegiatan belajar mengajar; dan
merancang dan mengembangkan kegiatan pembelajaran online (mis., WebQuests).
Tugas kursus universitas pra-layanan termasuk:
mengidentifikasi dan mengevaluasi situs Web yang relevan dengan kurikulum dan situs dukungan guru;
pengembangan ide pelajaran, tugas penilaian dan kegiatan pembelajaran online; dan
evaluasi dan saran masing-masing guru untuk peningkatan kegiatan pembelajaran online yang dibuat oleh guru pra-jabatan.
Bab ini telah memberikan perspektif tim desain instruksional yang memiliki pengalaman lima tahun dalam desain, pengembangan dan implementasi situs Web dan kegiatan pendukung untuk komunitas pendidikan jasmani dan kesehatan Australia. Pengalaman mencoba menggunakan teknologi online untuk memfasilitasi tahap pengembangan selanjutnya dari komunitas yang ada ini telah berkontribusi pada pemahaman tim tentang komunitas praktik dan telah membantu mengidentifikasi beberapa prinsip desain yang mungkin bermanfaat bagi orang lain yang bekerja dengan komunitas yang menghadapi masalah serupa dan / atau konteks.
Bab 18 :Menciptakan CoPs Selama Pengembangan Simulasi Berbasis Kelas Online
Tujuan bab ini adalah dua kali lipat. Pertama laporan tentang penelitian yang terkait dengan pengembangan dan implementasi versi prototipe dari simulasi kelas online.Ini terlihat pada bagaimana penggunaan simulasi ini membantu mengembangkan komunitas praktik di antara pengguna guru pra-jabatan. Kedua, laporan tentang bagaimana tim peneliti, perancang instruksional, programmer dan seniman grafis bekerja dalam komunitas praktik ketika perangkat lunak simulasi dibuat.Sudah diterima secara luas bahwa perancang pengajaran memainkan peran penting dalam meningkatkan pengajaran dan pembelajaran di universitas, pendidikan jarak jauh dan perusahaan.
Bab 19 :Bergerak Menuju Lingkungan Pembelajaran Digital: Contoh Hong Kong dari Sistem Manajemen E-Learning
Bab ini melaporkan studi kasus yang meneliti proses penerapan sistem manajemen pembelajaran elektronik (ELMS) untuk belajar sains di sekolah menengah di Hong Kong. Ini menjelaskan tantangan, masalah dan masalah yang terkait dengan pembuatan konten sains dan kemudian mengintegrasikannya dengan alat penandaan diagnostik dan konten terbuka. Studi ini memiliki dua tujuan luas: (1) untuk menganalisis dan mendokumentasikan proses merancang dan mengimplementasikan ELMS dan (2) untuk mengevaluasi dampak keseluruhan dari praktik-praktik ini. Untuk mencapai tujuannya, tim desainer instruksional bekerja erat dengan para ahli konten dan teknologi untuk mendigitalkan konten sains untuk pengiriman online. Sistem ini memfasilitasi diagnosis kelemahan siswa yang tepat waktu dan dinamis.Dikatakan bahwa ketika guru terlibat aktif dalam implementasi lingkungan yang kaya teknologi, mereka mulai melihat manfaat pengajaran sains secara berbeda.Diberi kesempatan untuk menggunakan sistem online, siswa juga cenderung lebih bertanggung jawab atas pembelajaran mereka sendiri.Data dari peserta menunjukkan bahwa ELMS memberikan nilai tambah bagi pengajaran sains. Pelajaran dari studi kasus ini harus membantu orang lain yang ingin menerapkan sistem serupa di masa depan.
Studi kasus menggabungkan strategi kolaboratif, yang memanfaatkan berbagai keahlian dari tim perancang pengajaran fakultas, guru sains, pakar sains, pengawas sekolah pemerintah, dan pakar teknologi. Ini mengeksplorasi proses memperluas praktik pedagogis guru untuk memasukkan penggunaan model baru pembelajaran online menggunakan sistem manajemen e-learning. Sistem ini mencakup penggunaan alat penilaian dan pembuatan profil online untuk memantau pembelajaran siswa.
Tujuan dari penelitian ini adalah:
Untuk menganalisis dan mendokumentasikan proses mendesain ELMS untuk mengajarkan konten sains yang menggabungkan alat untuk penilaian online
Untuk menyediakan konten sains yang dipetakan ke hasil keterampilan diskrit
Untuk mengembangkan sistem penilaian dinamis yang dapat memberikan profil rinci siswabelajar
Untuk mengidentifikasi tantangan dan masalah yang dihadapi oleh desainer instruksional.
Tujuan utama dari proyek ini adalah untuk:
Menyediakan guru dengan konten sains yang dipetakan ke hasil keterampilan diskrit (lima topik sekunder sains dua dikembangkan melibatkan lebih dari 175 kategori keterampilan utama, yang kemudian dibagi lagi menjadi sub-kategori)
Memberikan kepala sekolah dan guru ELMS menggabungkan sistem DTAS dan ICAM untuk mengembangkan sistem penilaian dinamis yang dapat memberikan profil rinci pembelajaran siswa
Berkolaborasi dengan guru untuk mempromosikan konten sains sekunder interaktif serta untuk menunjukkan nilai penilaian dinamis untuk menentukan kesulitan mana yang paling berdampak pada pembelajaran
Kumpulkan dan analisis data tren melalui ELMS untuk memberi para guru informasi yang tepat waktu untuk menetapkan tujuan yang bermakna dan terukur untuk pembelajaran di masa depan.








BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pembahasan Analisis
Buku ini terdiri dari 5 sesi, sesi 1, yaitu Professional Practice, sesi 2, Cross-Cultural Context; sesi 3, University-WideContext; sesi 4, yaitu Faculty and Departmental Context; dan Sesi 5, yaitu School Context.
Buku ini berisi artikel-artikel dari beberapa penelitian yang dijadikan satu buku, sehingga memudahkan dan dapat member ilmu pengetahuan yang lebih pasti lagi kepada para pembaca.
Materi yang dibangun  sama –sama menjelaskan mengenai proyek agar guru atau pengajar mampu membangun perencanaan pembelajaran dan mengembangkannya.
Dalam suatu bab, terdapat banyak menjelaskan kisah-kisah perencanaan instruksional pembelajaran yang dilalui difakultas hukum. Selain itu juga terdapat pada suatu bab yang membahas mengenai pengajaran seorang guru terhadap siswa  melalui e-learning melalui pemikiran orang cina tradisional.
3.2 Kelebihan dan Kekurangan
3.2.1 Kelebihan
1. Tampilan cover atau sampul buku bagus simpel, berwarna, membuatnya menarik dan mudah dibaca.
2. Tata letak atau format isi buku ini sederhana dan dapat memudahkan pembaca dalam memahaminya.
3. Bahasa yang terdapat dalam buku ini yaitu bahasa Inggris, bahasa sangat mudah dipahami sehingga tidak terlalu menyulitkan pembaca.
4. Materi yang disampaikan dalam buku ini disampaikan secara rinci. Materi lebih jelas karena didapat dari hasil penelitian ke lapangan.
3.2.2 Kekurangan
Buku ini lebih dominan berisi teks atau dapat dikatakan bahwa kurangnya gambar-gambar pendukung penjelasan materi, sehingga mudah bosan dalam membacanya. Tanpa adanya gambar para pembaca lama memahami materi yang disampaikan.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setiap buku memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing, begitu pula dengan buku karangan Michael J. Keppel ini yang dimana kekurangnanya nyaris tidak dimiliki oleh buku ini, dikarenakan buku ini berisi materi yang diambil dari artikel penelitian secara langsung, sehingga meyakinkan dan isi materi lebih mudah untuk dipahami.
4.2 Saran
Buku ini sudah sangat baik untuk kita dalam mempelajari perencanaan pembelajaran, karena itu buku ini sangat tepat untuk menjadi pedoman untuk matat kuliah perencanaan pembelajaran.

DAFTAR PUSTAKA
Keppel, Michael J. 2008.  Instructional Design: Case Studies in Communities of Practice. New York : Information Science Publishing.