Jumat, 27 April 2018


Critical Jurnal Review
Kesehatan,Keselamatan Kerja (K3)
Hasil gambar untuk logo unimed
Di susun oleh:
Richo handika
5173121025

TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2017


PERANAN  MANAJEMEN K3  DALAM PENCEGAHAN KECELAKAAN
KERJA KONSTRUKSI
A.    Data jurnal
a.      Judul jurnal
Peranan  manajemen k3  dalam pencegahan kecelakaan Kerja konstruksi
b.      Penulis
Bambang Endroyo
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang (UNNES)
e.       Jumlah halaman
            8 halaman
ABSTRAK
 Satu dari beberapa karakteristik proyek konstruksi yaitu mempunyai resiko yang tinggi terhadap kecelakaan. Dengan semakin banyaknya penggunaan alat-alat kerja yang canggih, walaupun telah dilengkapi dengan sistem keamanan, resiko kecelakaan tetap semakin besar. Selanjutnya sesuai teori Maslow, kebutuhan rasa aman akan muncul setelah kebutuhan tingkat pertama (phisik dan biologis) terpenuhi, sehingga mulai sekarang keselamatan merupakan hal yang harus diusahakan pemenuhannya. Teori lama menganggap bahwa kecelakaan terjadi karena kesalahan pekerja (individual). Sekarang, kecelakaan dianggap akibat dari faktor organisasi dan manajemen yang salah. Sejalan dengan teori-teori terbaru, maka peran manajemen sangat berarti dalam pencegahan kecelakaan. Dalam tulisan ini, peran manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dibahas dari fungsifungsi manajemen, sumber-sumber daya yang digunakan, dan aspek lain yang relevan.

1.      PENDAHULUAN
 Angka kecelakaan kerja di Indonesia masih termasuk buruk. Pada tahun 2004 saja, lebih dari seribu tujuh ratus pekerja meninggal di tempat kerja. Menurut Juan Somavia, Dirjen ILO, industri  konstruksi  termasuk  paling  rentan kecelakaan,  diikuti   dengan anufaktur makanan dan minuman (Kompas, 1/05/04). Tidak saja di negara-negara berkembang, di negara maju sekalipun kecelakaan kerja konstruksi masih memerlukan perhatian serius. Penelitian yang dilakukan oleh  Duff (1998) dan Alves Diaz (1995) menyatakan hasil analisa statistik dari beberapa negara-negara menunjukkan peristiwa tingkat kecelakaan fatal pada proyek konstruksi adalah  lebih tinggi dibanding rata-rata untuk semua industri, dalam Suraji (2000). Dahulu, para ahli menganggap suatu kecelakaan disebabkan oleh tindakan pekerja yang salah. Sekarang anggapan itu telah bergeser bahwa kecelakaan kerja bersumber kepada faktor-faktor organisasi dan manajemen. Para pekerja dan pegawai mestinya dapat diarahkan dan dikontrol oleh pihak manajemen
sehingga tercipta suatu kegiatan kerja yang aman. Sejalan dengan teori-teori penyebab kecelakaan yang terbaru, maka pihak manajemen harus bertanggungjawab terhadap keselamatan kerja para pekerjanya. Tulisan ini akan membahas peranan manajemen dalam usaha-usaha pencegahan kecelakaan kerja di proyek konstruksi.

2.      TINJAUAN UMUM
 2.1 Tinjauan Historis
Secara historis, keselamatan kerja telah banyak diperhatikan sejak zaman dahulu. Hammurabi, raja Babilonia pada tahun 2040 SM telah membuat dan memberlakukan suatu peraturan bangunan yang dikenal sebagai The Code of Hammurabi. Beberapa pasal dalam peraturan tersebut antara lain:
(a) apabila seseorang membuat bangunan dan bangunan tersebut runtuh sehingga menimbulkan      korban jiwa maka pembuat bangunan tersebut harus dihukum mati dan
(b) apabila bangunan yang dibuat runtuh dan menimbulkan kerusakan pada
hak milik orang lain maka pembuat bangunan harus mengganti semua kerusakan yang ditimbulkannya. Jadi aspek keamanan telah menjadi persyaratan utama yang mutlak harus dipenuhi sejak zaman dahulu kala, Suhendro (2003). Lima abad kemudian,  Mozai raja setelah Hammurabi  mengharuskan para ahli bangunan bertanggung jawab pula pada keselamatan para pelaksana dan pekerjanya, Suma’mur (1981). Masalah-masalah keselamatan kemudian meluas ke Yunani, Romawi dan lain-lain, misalnya di Perancis tahun 1840, Inggris tahun 1644, Belgia tahun 1810, Denmark dan Swiss tahun 1877, Amerika Serikat tahun 1886, dan sebagainya. Selanjutnya diadakan konggres-konggres internasional misalnya di Paris tahun 1889, di Bern tahun 1891 dan di Milan tahun 1894, Suma’mur (1981). Pada abad sembilan belas, di tahun 1904  perhatian terhadap kecelakaan dan kondisi kerja di dalam pekerjaan pembangunan diadakan untuk melayani  permintaan masyarakat, tetapi  sampai 1926 peraturan pembangunan yang telah dihasilkan adalah dalam  lingkup terbatas yaitu hanya diberlakukan bagi lokasi yang di atasnya ada gaya mekanis yang digunakan. Dari 1930 sampai 1948 peraturan-peraturan tersebut  telah menjadi ketinggalan jaman sebab intervensi Perang Dunia Kedua, Davies (1996).
Sedangkan di Indonesia, keselamatan kerja sudah diadakan  sejak zaman penjajahan Belanda, namun sasarannya lebih banyak ke hasil kerja dan alat-alat kerja dibanding memperhatikan pekerjanya. Program itu lebih dikenal dengan “kerja paksa”. Setelah merdeka, perhatian tentang keselamatan dan kesehatan serta kesejahteraan pekerja mulai banyak diperhatikan terbukti dari peraturan-peraturan dan undang-undang yang dihasilkan. Bersumber dari pasal 27 ayat 2 UUD 1945, terbit beberapa UU dan kemudian PP dan Keputusan Menteri, yang antara lain sebagai berikut. UU Kerja tahun 1951, UU Kecelakaan tahun 1951, PP tentang istirahat bagi pekerja tahun 1954, UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketena-gakerjaan, Per Menaker No. 01/1980 tentang K3 pada Konstruksi Bangunan, SKB Men PU dan Menaker No. 174/Men/1986 – 104/kpts/1986 tentang Keselamatan & Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi, Keputusan Men PU No. 195/kpts/1989 tentang K3 pada tempat konstruksi di lingkungan PU, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996 tentang     Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.,    Surat Edaran Menteri PU Nomor: 03/SE/M/2005 Perihal Penyelenggaraan Jasa Konstruksi untuk Instansi Pemerintah TA 2005. Walaupun telah banyak usaha yang dijalankan, namun Indonesia masih menempati urutan ke lima (terburuk) di kawasan ASEAN
setelah Singapura sebagai urutan pertama yang disusul oleh  Malaysia, Thailand dan Filipina (Subdit Kesehatan Kerja dan Lingkungan Kerja Depnakertrans, 12/5/05).

2.2 Beberapa Kasus Kecelakaan
 Kerja Data tentang kecelakaan kerja secara umum dapat digambarkan sebagai berikut. Di Singapura 6,3 per 1000 pekerja di tahun 1998 (data dari aposho-kohsa). Di Malaysia, angka kecelakaan tercatat 16 tiap 1000 pekerja pada tahun 1994 dan 11 per 1000 pekerja pada tahun 2000 (Regional Conference on OSH di Kuala Lumpur pada 20th March 2001). Di Thailand terdapat sekitar 769 orang meninggal dalam kecelakaan kerja tahun 2003, atau bertambah lebih dari 18 persen dibandingkan dengan tingkat kecelakaan pada tahun 2002. Jumlah korban juga bertambah, sekitar 189.621 orang pada tahun 2001 hingga lebih dari 200.000 orang pada tahun 2003, atau setara dengan 600 kecelakaan setiap hari. (Kompas 1/5/2004). Di Indonesia tahun 2004, 1.736 pekerja meninggal di tempat kerja,  9.106 mengalami cacat  dan 84.576 lainnya sementara tidak mampu bekerja tetapi kemudian dapat bekerja kembali, Depnakertrans (2005). Sementara itu, di negara maju misalnya Inggris, kecelakaan fatal sudah relatif kecil, yaitu 4 dari 100.000 pekerja di tahun 1999, Howarth (2000). Di Amerika, angka persentase kecelakaan pekerjaan konstruksi mencapai 12%, Barrie (1990). Oleh karena itu di Indonesia masih perlu usaha-usaha yang terencana dan terkoordinasi agar dapat mencapai hasil baik, yang pada gilirannya akan meningkatkan citra di forum internasional.





3. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Teori Penyebab Kecelakaan dan Manajemen K3
Kecelakaan adalah kejadian merugikan yang tidak direncanakan, tidak terduga, tidak diharapkan serta tidak ada unsur kesengajaan, Hinze (1977). Ada beberapa teori yang menjelaskan penyebab suatu kecelakaan. Dahulu teori penyebab kecelakaan memandang bahwa kecelakaan disebabkan oleh tindakan pekerja (orang) yang salah (misalnya pada The Accident-Proneness Theory). Semenjak dikenalkannya The Chain-of-Events Theory, The Domino Theory, dan  The Distraction Theory, maka pihak organisasi dan manajemenlah yang dianggap berperan sebagai penyebab suatu kecelakaan. Anggapan tentang kecelakaan kerja yang bersumber kepada tindakan yang tidak aman yang dilakukan pekerja telah bergeser dengan anggapan bahwa kecelakaan kerja bersumber kepada faktorfaktor organisasi dan manajemen (Andi, 2005). Pihak manajemen harus bertanggungjawab terhadap keselamatan. Para pekerja dan pegawai mestinya dapat diarahkan dan dikontrol oleh pihak manajemen sehingga tercipta suatu kegiatan kerja yang aman. Pada teori yang terbaru makin terlihat bahwa penyebab kecelakaan kerja semakin komplek. Teori-teori baru itu antara lain:  Multiple Caucation Model, Suraji (2000) dan  Constraint Respone Theory, Suraji (2001).
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (MK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan K3 dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja, guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Berangkat dari kajian Total Project Management (ECI,1995), keselamatan perlu diintegrasikan dalam proyek, mulai dari konsepsi sampai proyek selesai (from conception to completion). Dikatakan selanjutnya bahwa kegiatan penilaian tentang keselamatan, kesehatan dan lingkungan perlu dimulai dari tahap perencanaan proyek (project plan), kontrak, evaluasi tender, konstruksi, sampai ke tahap pemeliharaan dan bahkan sampai ke perobohan (demolition) (ECI,1995). Konsep rasional Total Safety Control adalah suatu pengintegrasian tindakan manajemen dan tindakan pelaksanaan yang sinergis untuk mempromosikan suatu proses konstruksi yang
aman (Suraji,2004). Ada banyak pendekatan dalam manajemen K3, diantaranya menurut OHSAS 18001, dan menurut TQM di mana keselamatan merupakan suatu pusat dan fokus integral dalam program pengendalian mutu terpadu, Fiegenbaum (1991) yang harus ditingkatkan secara terus menerus untuk memenuhi kepuasan pelanggan (intern-ekstern). Pada tulisan ini akan dibahas dari fungsi-fungsi manajemen, sumber-sumber yang terlibat, dan beberapa aspek yang relevan.



4.      PEMBAHASAN
            Sebagai suatu kegiatan industri, proyek konstruksi mempunyai berbagai sumber (resources). Menurut Harold Kerzner (1995), sumber-sumber itu adalah manusia, uang, peralatan, fasilitas, material dan informasi. Beberapa ahli yang lain mengemukakan bahwa sumber-sumber tersebut dapat disingkat menjadi 5M yaitu Man. Material, Money, Machine, dan Method. Semua fungsi manajemen harus dikenakan kepada semua komponen usaha tersebut. Pada aspek manusia, diperlukan perencanaan/ pengaturan tentang jam kerja, istirahat kerja, pelatihan, dan pengarahan tentang K3. Pada aspek uang, diperlukan alokasi biaya untuk pencegahan kecelakaan. Saat ini biaya K3 belum secara eksplisit tercantum dalam penawaran biaya proyek, sementara para kontraktor sudah dibebani dengan biaya asuransi jaminan kecelakaan kerja. Menurut  Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kep-196/Men/1999 tentang penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga kerja bagi tenaga kerja harian lepas, borongan dan perjanjian kerja waktu tertentu pada sektor jasa konstruksi

Seharusnya besar biaya keselamatan kerja ini secara eksplisit dimasukkan dalam penawaran proyek, sehingga terjamin pelaksanaannya. Dalam proyek perumahan, tingkat sistem kompetisi cenderung memaksimalkan produktivitas dan meminimalkan harga, juga untuk biaya keselamatan, Johnson (1996). Manajemen keselamatan kerja yang efektif akan menguntungkan perusahaan karena kecelakaan akan menimbulkan biaya langsung maupun biaya tidak langsung (Levitt, 1993). Biaya langsung terdiri dari biaya medis, premi untuk asuransi, kerugian hak milik, Oberlender (2000). Biaya tak langsung adalah biaya tambahan lain, pengurangan produktivitas, keterlambatan jadwal, bertambahnya waktu administratif, kerusakan fasilitas, dan hal yang makin sulit diukur tetapi riil yaitu penderitaan manusia dan menurunnya moril, Levitt (1993). Juga nama perusahaan akan terkena dampak buruk yang dapat berakibat berkurangnya pelanggan yang jelas berpengaruh terhadap masuknya dana perusahaan.
Metode kerja/pelaksanaan berkembang karena tuntutan manusia untuk membangun di tempat-tempat yang sulit dengan bentuk bentuk bangunan yang sangat bervariasi/sulit, serta keinginan penggunaan dana yang minimal. Metode kerja/pelaksanaan yang diciptakan itu harus  ditinjau dari segi keselamatan. Dengan kata lain, alat-alat keselamatan apa yang harus disediakan dalam menggunakan suatu metode pelaksanaan? Proyek proyek gedung Jakarta Tower, jembatan Barelang, jembatan Suramadu dan proyek besar lainnya jelas memerlukan metode pelaksanaan yang harus dikenali hazard yang ada sedini mungkin.
 Informasi, merupakan sumber yang sekarang sampai masa datang sangat berperan dalam pencegahan kecelakaan. Informasi tentang kecelakaan dan sebab-sebab nya dapat ditampung dalam suatu file yang terbuka untuk umum sehingga para pelaksana/kontraktor suatu pekerjaan dapat mengakses informasi tentang kecelakaan yang timbul pada pekerjaan sejenis. Selanjutnya mereka diharapkan dapat menghindari kecelakaan itu. Informasi-informasi
tersebut dapat dihimpun dalan suatu web-site sehingga  semua pihak dapat mengakses setiap saat. Perlunya dukungan computer-based system dalam bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja telah diusulkan oleh Goh YM (2004).








5.      KESIMPULAN
Dengan meningkatnya penggunaan alat-alat yang lebih canggih dan tantangan pekerjaan teknik sipil yang semakin sulit, maka angka kecelakaan kerja  konstruksi bisa semakin tinggi. Sedangkan pada pihak pekerja, kebutuhan akan keselamatan kian menjadi tuntutan seiring dengan telah mulai terpenuhinya kebutuhankebutuhan dasar. Oleh karena itu mulai sekarang harus ada usaha-usaha serius untuk mengurangi kecelakaan kerja konstruksi. Manajemen K3 sangat berperan dalam pencegahan kecelakaan di proyek konstruksi.  Peran tersebut mulai dari perancanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan. Selanjutnya dapat pula ditinjau dari komponen manusia, material, uang, mesin/alat, metode kerja, informasi.

6.      KOMENTAR
Setelah saya membaca dan memahami isi dari jurnal, terdapat beberapa tanggapan yang bisa saya ungkapkan, diantaranya adalah sebagai berikut :
·         Abstrak dari jurnal ini sangat jelas, dan dapat menggambarkan isi dari keseluruhan jurnal.
·         Masalah yang melatar belakangi penulisan jurnal ini juga sangat jelas
·         Kemudian bahasa yang digunakan dalam jurnal ini juga mudah untuk dipahami.
·         Untuk bagian kesimpulan juga sudah sangat jelas. Oleh karena itu, jurnal ini sangat baik untuk dipelajari dan dipahami karena dapat menambah ilmu tentang K3 dan juga dapat diaplikasikan di tempat yang berpotensi bahaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar