Critical
Jurnal Review
Kesehatan,Keselamatan
Kerja (K3)
Di
susun oleh:
Richo
handika
5173121025
TEKNIK
MESIN
UNIVERSITAS
NEGERI MEDAN
2017
PERANAN MANAJEMEN K3
DALAM PENCEGAHAN KECELAKAAN
KERJA
KONSTRUKSI
A. Data
jurnal
a. Judul jurnal
Peranan manajemen k3
dalam pencegahan kecelakaan Kerja konstruksi
b. Penulis
Bambang Endroyo
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik
Universitas Negeri Semarang (UNNES)
e. Jumlah halaman
8
halaman
ABSTRAK
Satu dari beberapa karakteristik proyek konstruksi
yaitu mempunyai resiko yang tinggi terhadap kecelakaan. Dengan semakin
banyaknya penggunaan alat-alat kerja yang canggih, walaupun telah dilengkapi
dengan sistem keamanan, resiko kecelakaan tetap semakin besar. Selanjutnya
sesuai teori Maslow, kebutuhan rasa aman akan muncul setelah kebutuhan tingkat
pertama (phisik dan biologis) terpenuhi, sehingga mulai sekarang keselamatan
merupakan hal yang harus diusahakan pemenuhannya. Teori lama menganggap bahwa
kecelakaan terjadi karena kesalahan pekerja (individual). Sekarang, kecelakaan
dianggap akibat dari faktor organisasi dan manajemen yang salah. Sejalan dengan
teori-teori terbaru, maka peran manajemen sangat berarti dalam pencegahan
kecelakaan. Dalam tulisan ini, peran manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) dibahas dari fungsifungsi manajemen, sumber-sumber daya yang digunakan,
dan aspek lain yang relevan.
1. PENDAHULUAN
Angka
kecelakaan kerja di Indonesia masih termasuk buruk. Pada tahun 2004 saja, lebih
dari seribu tujuh ratus pekerja meninggal di tempat kerja. Menurut Juan
Somavia, Dirjen ILO, industri
konstruksi termasuk paling
rentan kecelakaan, diikuti dengan anufaktur makanan dan minuman
(Kompas, 1/05/04). Tidak saja di negara-negara berkembang, di negara maju
sekalipun kecelakaan kerja konstruksi masih memerlukan perhatian serius.
Penelitian yang dilakukan oleh Duff
(1998) dan Alves Diaz (1995) menyatakan hasil analisa statistik dari beberapa
negara-negara menunjukkan peristiwa tingkat kecelakaan fatal pada proyek
konstruksi adalah lebih tinggi dibanding
rata-rata untuk semua industri, dalam Suraji (2000). Dahulu, para ahli
menganggap suatu kecelakaan disebabkan oleh tindakan pekerja yang salah.
Sekarang anggapan itu telah bergeser bahwa kecelakaan kerja bersumber kepada
faktor-faktor organisasi dan manajemen. Para pekerja dan pegawai mestinya dapat
diarahkan dan dikontrol oleh pihak manajemen
sehingga tercipta suatu kegiatan kerja yang aman.
Sejalan dengan teori-teori penyebab kecelakaan yang terbaru, maka pihak
manajemen harus bertanggungjawab terhadap keselamatan kerja para pekerjanya.
Tulisan ini akan membahas peranan manajemen dalam usaha-usaha pencegahan
kecelakaan kerja di proyek konstruksi.
2. TINJAUAN
UMUM
2.1 Tinjauan
Historis
Secara historis,
keselamatan kerja telah banyak diperhatikan sejak zaman dahulu. Hammurabi, raja
Babilonia pada tahun 2040 SM telah membuat dan memberlakukan suatu peraturan
bangunan yang dikenal sebagai The Code of Hammurabi. Beberapa pasal dalam
peraturan tersebut antara lain:
(a) apabila seseorang membuat bangunan dan bangunan
tersebut runtuh sehingga menimbulkan korban jiwa maka pembuat bangunan tersebut
harus dihukum mati dan
(b) apabila bangunan yang dibuat runtuh dan
menimbulkan kerusakan pada
hak milik orang lain
maka pembuat bangunan harus mengganti semua kerusakan yang ditimbulkannya. Jadi
aspek keamanan telah menjadi persyaratan utama yang mutlak harus dipenuhi sejak
zaman dahulu kala, Suhendro (2003). Lima abad kemudian, Mozai raja setelah Hammurabi mengharuskan para ahli bangunan bertanggung
jawab pula pada keselamatan para pelaksana dan pekerjanya, Suma’mur (1981).
Masalah-masalah keselamatan kemudian meluas ke Yunani, Romawi dan lain-lain,
misalnya di Perancis tahun 1840, Inggris tahun 1644, Belgia tahun 1810, Denmark
dan Swiss tahun 1877, Amerika Serikat tahun 1886, dan sebagainya. Selanjutnya
diadakan konggres-konggres internasional misalnya di Paris tahun 1889, di Bern
tahun 1891 dan di Milan tahun 1894, Suma’mur (1981). Pada abad sembilan belas,
di tahun 1904 perhatian terhadap
kecelakaan dan kondisi kerja di dalam pekerjaan pembangunan diadakan untuk
melayani permintaan masyarakat,
tetapi sampai 1926 peraturan pembangunan
yang telah dihasilkan adalah dalam
lingkup terbatas yaitu hanya diberlakukan bagi lokasi yang di atasnya
ada gaya mekanis yang digunakan. Dari 1930 sampai 1948 peraturan-peraturan
tersebut telah menjadi ketinggalan jaman
sebab intervensi Perang Dunia Kedua, Davies (1996).
Sedangkan di Indonesia,
keselamatan kerja sudah diadakan sejak
zaman penjajahan Belanda, namun sasarannya lebih banyak ke hasil kerja dan
alat-alat kerja dibanding memperhatikan pekerjanya. Program itu lebih dikenal
dengan “kerja paksa”. Setelah merdeka, perhatian tentang keselamatan dan
kesehatan serta kesejahteraan pekerja mulai banyak diperhatikan terbukti dari
peraturan-peraturan dan undang-undang yang dihasilkan. Bersumber dari pasal 27
ayat 2 UUD 1945, terbit beberapa UU dan kemudian PP dan Keputusan Menteri, yang
antara lain sebagai berikut. UU Kerja tahun 1951, UU Kecelakaan tahun 1951, PP
tentang istirahat bagi pekerja tahun 1954, UU No. 1 tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketena-gakerjaan, Per Menaker
No. 01/1980 tentang K3 pada Konstruksi Bangunan, SKB Men PU dan Menaker No.
174/Men/1986 – 104/kpts/1986 tentang Keselamatan & Kesehatan Kerja pada
Tempat Kegiatan Konstruksi, Keputusan Men PU No. 195/kpts/1989 tentang K3 pada
tempat konstruksi di lingkungan PU, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor :
PER.05/MEN/1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.,
Surat Edaran Menteri PU Nomor: 03/SE/M/2005 Perihal Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi untuk Instansi Pemerintah TA 2005. Walaupun telah banyak usaha yang
dijalankan, namun Indonesia masih menempati urutan ke lima (terburuk) di kawasan
ASEAN
setelah Singapura
sebagai urutan pertama yang disusul oleh
Malaysia, Thailand dan Filipina (Subdit Kesehatan Kerja dan Lingkungan
Kerja Depnakertrans, 12/5/05).
2.2 Beberapa Kasus Kecelakaan
Kerja Data tentang kecelakaan kerja secara
umum dapat digambarkan sebagai berikut. Di Singapura 6,3 per 1000 pekerja di
tahun 1998 (data dari aposho-kohsa). Di Malaysia, angka kecelakaan tercatat 16
tiap 1000 pekerja pada tahun 1994 dan 11 per 1000 pekerja pada tahun 2000
(Regional Conference on OSH di Kuala Lumpur pada 20th March 2001). Di Thailand
terdapat sekitar 769 orang meninggal dalam kecelakaan kerja tahun 2003, atau
bertambah lebih dari 18 persen dibandingkan dengan tingkat kecelakaan pada
tahun 2002. Jumlah korban juga bertambah, sekitar 189.621 orang pada tahun 2001
hingga lebih dari 200.000 orang pada tahun 2003, atau setara dengan 600
kecelakaan setiap hari. (Kompas 1/5/2004). Di Indonesia tahun 2004, 1.736
pekerja meninggal di tempat kerja, 9.106
mengalami cacat dan 84.576 lainnya
sementara tidak mampu bekerja tetapi kemudian dapat bekerja kembali,
Depnakertrans (2005). Sementara itu, di negara maju misalnya Inggris,
kecelakaan fatal sudah relatif kecil, yaitu 4 dari 100.000 pekerja di tahun
1999, Howarth (2000). Di Amerika, angka persentase kecelakaan pekerjaan
konstruksi mencapai 12%, Barrie (1990). Oleh karena itu di Indonesia masih
perlu usaha-usaha yang terencana dan terkoordinasi agar dapat mencapai hasil
baik, yang pada gilirannya akan meningkatkan citra di forum internasional.
3. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Teori Penyebab Kecelakaan dan Manajemen K3
Kecelakaan adalah
kejadian merugikan yang tidak direncanakan, tidak terduga, tidak diharapkan
serta tidak ada unsur kesengajaan, Hinze (1977). Ada beberapa teori yang
menjelaskan penyebab suatu kecelakaan. Dahulu teori penyebab kecelakaan
memandang bahwa kecelakaan disebabkan oleh tindakan pekerja (orang) yang salah
(misalnya pada The Accident-Proneness Theory). Semenjak dikenalkannya The
Chain-of-Events Theory, The Domino Theory, dan
The Distraction Theory, maka pihak organisasi dan manajemenlah yang
dianggap berperan sebagai penyebab suatu kecelakaan. Anggapan tentang
kecelakaan kerja yang bersumber kepada tindakan yang tidak aman yang dilakukan
pekerja telah bergeser dengan anggapan bahwa kecelakaan kerja bersumber kepada
faktorfaktor organisasi dan manajemen (Andi, 2005). Pihak manajemen harus
bertanggungjawab terhadap keselamatan. Para pekerja dan pegawai mestinya dapat
diarahkan dan dikontrol oleh pihak manajemen sehingga tercipta suatu kegiatan
kerja yang aman. Pada teori yang terbaru makin terlihat bahwa penyebab
kecelakaan kerja semakin komplek. Teori-teori baru itu antara lain: Multiple Caucation Model, Suraji (2000) dan Constraint Respone Theory, Suraji (2001).
Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (MK3) adalah bagian dari sistem manajemen secara
keseluruhan yang meliputi struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab,
pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi
pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan K3 dalam
rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja, guna
terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Berangkat dari
kajian Total Project Management (ECI,1995), keselamatan perlu diintegrasikan dalam
proyek, mulai dari konsepsi sampai proyek selesai (from conception to
completion). Dikatakan selanjutnya bahwa kegiatan penilaian tentang
keselamatan, kesehatan dan lingkungan perlu dimulai dari tahap perencanaan
proyek (project plan), kontrak, evaluasi tender, konstruksi, sampai ke tahap
pemeliharaan dan bahkan sampai ke perobohan (demolition) (ECI,1995). Konsep
rasional Total Safety Control adalah suatu pengintegrasian tindakan manajemen
dan tindakan pelaksanaan yang sinergis untuk mempromosikan suatu proses
konstruksi yang
aman (Suraji,2004). Ada
banyak pendekatan dalam manajemen K3, diantaranya menurut OHSAS 18001, dan
menurut TQM di mana keselamatan merupakan suatu pusat dan fokus integral dalam
program pengendalian mutu terpadu, Fiegenbaum (1991) yang harus ditingkatkan
secara terus menerus untuk memenuhi kepuasan pelanggan (intern-ekstern). Pada
tulisan ini akan dibahas dari fungsi-fungsi manajemen, sumber-sumber yang
terlibat, dan beberapa aspek yang relevan.
4. PEMBAHASAN
Sebagai suatu kegiatan industri,
proyek konstruksi mempunyai berbagai sumber (resources). Menurut Harold Kerzner
(1995), sumber-sumber itu adalah manusia, uang, peralatan, fasilitas, material
dan informasi. Beberapa ahli yang lain mengemukakan bahwa sumber-sumber
tersebut dapat disingkat menjadi 5M yaitu Man. Material, Money, Machine, dan
Method. Semua fungsi manajemen harus dikenakan kepada semua komponen usaha
tersebut. Pada aspek manusia, diperlukan perencanaan/ pengaturan tentang jam
kerja, istirahat kerja, pelatihan, dan pengarahan tentang K3. Pada aspek uang,
diperlukan alokasi biaya untuk pencegahan kecelakaan. Saat ini biaya K3 belum
secara eksplisit tercantum dalam penawaran biaya proyek, sementara para
kontraktor sudah dibebani dengan biaya asuransi jaminan kecelakaan kerja.
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja
No. Kep-196/Men/1999 tentang penyelenggaraan program jaminan sosial tenaga
kerja bagi tenaga kerja harian lepas, borongan dan perjanjian kerja waktu
tertentu pada sektor jasa konstruksi
Seharusnya besar biaya
keselamatan kerja ini secara eksplisit dimasukkan dalam penawaran proyek,
sehingga terjamin pelaksanaannya. Dalam proyek perumahan, tingkat sistem
kompetisi cenderung memaksimalkan produktivitas dan meminimalkan harga, juga
untuk biaya keselamatan, Johnson (1996). Manajemen keselamatan kerja yang
efektif akan menguntungkan perusahaan karena kecelakaan akan menimbulkan biaya
langsung maupun biaya tidak langsung (Levitt, 1993). Biaya langsung terdiri
dari biaya medis, premi untuk asuransi, kerugian hak milik, Oberlender (2000).
Biaya tak langsung adalah biaya tambahan lain, pengurangan produktivitas,
keterlambatan jadwal, bertambahnya waktu administratif, kerusakan fasilitas,
dan hal yang makin sulit diukur tetapi riil yaitu penderitaan manusia dan
menurunnya moril, Levitt (1993). Juga nama perusahaan akan terkena dampak buruk
yang dapat berakibat berkurangnya pelanggan yang jelas berpengaruh terhadap
masuknya dana perusahaan.
Metode
kerja/pelaksanaan berkembang karena tuntutan manusia untuk membangun di
tempat-tempat yang sulit dengan bentuk bentuk bangunan yang sangat
bervariasi/sulit, serta keinginan penggunaan dana yang minimal. Metode
kerja/pelaksanaan yang diciptakan itu harus
ditinjau dari segi keselamatan. Dengan kata lain, alat-alat keselamatan
apa yang harus disediakan dalam menggunakan suatu metode pelaksanaan? Proyek
proyek gedung Jakarta Tower, jembatan Barelang, jembatan Suramadu dan proyek
besar lainnya jelas memerlukan metode pelaksanaan yang harus dikenali hazard
yang ada sedini mungkin.
Informasi, merupakan sumber yang sekarang
sampai masa datang sangat berperan dalam pencegahan kecelakaan. Informasi
tentang kecelakaan dan sebab-sebab nya dapat ditampung dalam suatu file yang
terbuka untuk umum sehingga para pelaksana/kontraktor suatu pekerjaan dapat
mengakses informasi tentang kecelakaan yang timbul pada pekerjaan sejenis.
Selanjutnya mereka diharapkan dapat menghindari kecelakaan itu.
Informasi-informasi
tersebut dapat dihimpun
dalan suatu web-site sehingga semua
pihak dapat mengakses setiap saat. Perlunya dukungan computer-based system
dalam bidang Keselamatan dan Kesehatan Kerja telah diusulkan oleh Goh YM
(2004).
5. KESIMPULAN
Dengan
meningkatnya penggunaan alat-alat yang lebih canggih dan tantangan pekerjaan
teknik sipil yang semakin sulit, maka angka kecelakaan kerja konstruksi bisa semakin tinggi. Sedangkan
pada pihak pekerja, kebutuhan akan keselamatan kian menjadi tuntutan seiring
dengan telah mulai terpenuhinya kebutuhankebutuhan dasar. Oleh karena itu mulai
sekarang harus ada usaha-usaha serius untuk mengurangi kecelakaan kerja
konstruksi. Manajemen K3 sangat berperan dalam pencegahan kecelakaan di proyek
konstruksi. Peran tersebut mulai dari
perancanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan. Selanjutnya dapat pula
ditinjau dari komponen manusia, material, uang, mesin/alat, metode kerja,
informasi.
6. KOMENTAR
Setelah saya membaca dan memahami isi dari
jurnal, terdapat beberapa tanggapan yang bisa saya ungkapkan, diantaranya
adalah sebagai berikut :
·
Abstrak dari jurnal
ini sangat jelas, dan dapat menggambarkan isi dari keseluruhan jurnal.
·
Masalah yang melatar belakangi penulisan jurnal ini juga sangat
jelas
·
Kemudian bahasa yang digunakan dalam jurnal ini juga mudah untuk
dipahami.
·
Untuk bagian kesimpulan juga sudah sangat jelas. Oleh karena
itu, jurnal ini sangat baik untuk dipelajari dan dipahami karena dapat menambah
ilmu tentang K3 dan juga dapat diaplikasikan di tempat yang berpotensi bahaya